Siapa yang suka jalan-jalan?
Saya sih sebenarnya gak terlalu suka. Capek dan buang waktu. Itu pendapat awal saya yang notabene lebih suka dikurung di dalam kamar berjam-jam. Bahkan berhari-hari. Mungkin kalau di penjara, saya bakalan betah. Hehe…
Tapi itu dulu ya, ketika saya lebih menikmati menyelami dunia sendiri bersama buku dan laptop. Jauh dari dunia luar. Yah saya pernah merasa seperti punya dunia sendiri. bahkan hampir tidak ada komunikasi dengan orang lain. Akibatnya tidak sedikit yang mengecap saya”sombong”, gak bergaul, gak punya teman.
Bukan tanpa alasan sih anggapan orang seperti itu mengenai saya. Apalagi pekerjaan saya yang memang tidak perlu tatap muka, sudah bisa menghasilkan uang. Apa lagi kalau menulis naskah skenario. Setelah naskah selesai, tinggal nunggu pembayaran yang ditransfer lewat ATM. Beres. Gak perlu ketemu orang. Uang sudah datang. Hmmm, tapi kalau butuh tulisan yang kejar tayang dan sudah masuk industri TV kan meeting juga ya sama orang. Atau ketemu kru di lokasi syuting. Iya sih, tapi tidak terlalu sering kan dan tidak setiap hari.
Saya sadar kalau saya juga butuh udara bebas, berkumpul bersama keluarga saya. Terutama anak-anak saya. Maka saya pun butuh pergi keluar rumah bersama mereka.
Pekerjaan saya memang pekerjaan di belakang layar yang sudah bisa menghasilkan tanpa perlu bertemu orang lain setiap hari, layaknya kerja kantoran. Saya pun tidak harus ngantor untuk bisa menghasilkan uang. Cukup mengurung diri di kamar atau pergi ke kafe yang tenang untuk menulis. Jadi deh. Yang penting tempatnya tenang.
Nah, lagi-lagi nih bahas tempat yang tenang. Saya merasa selama ini keliru dalam berargumen. Karena nyatanya menulis itu juga butuh masukan wawasan. Daripada kita dapat ide tulisan kalau gak bertemu dengan banyak orang. Karakter yang kita buat akan terlihat kosong. Lalu setting cerita. Gak mungkin kita bisa menceritakan kondisi gunung semeru atau pantai teluk Asmara kalau kita tidak pernah datang ke sana. Sementara cerita butuh karakter dan setting.
Intinya keluar dari kandang itu penting. Traveling itu penting. Tujuannya untuk refreshing. Tapi bukan hanya itu loh, karena manfaatnya lebih dari sekedar refreshing.
MENCOBA UNTUK EKSTROVERT
Travelling saya pertama kali adalah ketika saya diajak ke paralayang di gunung banyak Malang oleh teman yang sekarang jadi suami saya. Saat itu beramai-ramai dengan teman-temannya. Saya yang terbiasa mengurung diri di “goa” seperti pesilat turun gunung yang baru tahu kalau ada tempat sebagus itu. Padahal saya anak Malang, tapi tidak pernah kemana-mana. Tempat wisata di Malang pun saya tak tahu. Ampun deh.
Saya juga sempat pusing ketika untuk pertama kalinya diajak ke Malang Tempoe doeloe. Banyak manusia di sana dan saya merasa seperti makhluk alien. Dengan polosnya saya berkata kepada teman saya. “Ini semua manusia sebanyak ini?” Hallo…. kemana saja daku selama ini. Pusing melihat manusia berkumpul kayak semut.
Sejak itu saya merasa ada yang salah dengan diri saya. Keinginan untuk membuka diri pun mulai ada. Dan yah, suami sayalah yang akhirnya mengajari saya untuk mulai mengenal dunia luar. Pertama kalinya ke pantai sama dia, begitu juga ketika ke gunung Bromo. Saya benar-benar seperti anak kecil yang diajak jalan-jalan. Hiperbola banget.
Efeknya sungguh di luar dugaan. Ini dia beberapa di antaranya :
- Beban pikiran terasa terangkat sedikit demi sedikit
Ini keajaiban bagi saya. Karena percaya atau tidak, ketika melihat pantai untuk pertama kalinya. Yang ada adalah lepas. Seolah beban pikiran hilang begitu saja. Saya jadi percaya pernyataan yang menyebutkan kalau yang dibutuhkan orang stress itu bukan obat. Melainkan travelling. Jalan-jalan. Karena beban pikiran yang menumpuk di otak itu harus dibuang. Dan pemandangan yang indah adalah tempat pembuangan stress yang paling mujarab.
- Pikiran jadi lebih terbuka
Ini benar adanya. Setelah beban pikiran dibuang, artinya otak kita kembali bersih dan bisa diajak kompromi. Bahkan secara amazing, kita bisa saja loh tiba-tiba mendapatkan solusi dari permasalahan yang kita alami. Karena pikiran yang bersih dan jernih membuat kita mudah berpikir secara lebih bijak dan logis.
- Lebih banyak senyum dan rasa syukur. Karena masih diberi kesempatan menikmati pemandangan indah.
Saya setuju kalau travelling membuat rasa syukur kita bertambah. Karena kita diberi mata untuk melihat hal-hal yang indah. Kenapa tidak kita manfaatkan. Pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan juga menjadi obat hati paling mujarab loh. Sehingga wajah kita yang awalnya muram akan lebih banyak tersenyum karena hal-hal baik yang kita lihat tadi.
- Lebih banyak ide bermunculan
Ide juga seolah-olah disebar oleh angin dimana-mana. Kita tinggal menangkapnya dan bahkan sering kesulitan karena saking banyaknya ide yang bermunculan.
Seperti ketika saya mengunjungi pantai Teluk Asmara belum lama ini. Foto pantai yang bagus bisa dimasukkan ke sosial media, suasana pantai bisa jadi rekomendasi setting cerita dalam naskah saya. suasana pantai dan interaksi orang-orang di sana, bisa jadi konten youtube. Yah meskipun saya tidak jadi membuat vlog, tapi pemandangan di sana membuat saya ceria kembali. Sepulang dari sana, ide lain bermunculan. Seperti datang dengan sendirinya tanpa perlu susah payah saya cari.
- Mengubah kepribadian menjadi lebih ekstrovert
Traveling memang mengharuskan kita untuk berinteraksi dengan alam maupun orang-orang di dalamnya. Itu menjadikan saya belajar untuk lebih terbuka. Berkenalan dengan penduduk setempat ketika pergi ke gunung, atau minta tolong diberitahukan lokasi wisata ke petugas adalah contoh dari komunikasi yang dimaksud. Yah, karena untuk tahu semuanya tidak perlu bawa peta. Tinggal bertanya kepada manusia yang ada di sana sudah bisa. Karena sekali lagi kita makhluk sosial yang butuh komunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Saya pun merasa kehidupan introvert saya harus diubah. Perlahan saya pun mulai terbuka. Mengajak ngobrol orang yang berdiri di sebelah saya. Menyapa dengan sopan penduduk sekitar di lokasi wisata dan komunikasi lainnya. Ajaib. Itu membuat mindset saya berubah loh. Jadi lebih terbuka.
Nah, terlihat kan kalau travelling itu bukan sekedar untuk merefreshingkan pikiran saja. Tapi banyak hal lain yang bisa dirasakan manfaatnya.
Jadi sepertinya saya harus memperbanyak travelling di kemudian hari nih, agar semakin banyak ide yang muncul untuk bahan tulisan saya nanti. Alhamdulillah blog adalah sarana yang memfasilitasinya. Seperti job review kedai makan, job review hotel atau job review villa. Semuanya enak dan meninggalkan kesan mendalam bagi saya.
Terima kasih semuanya. Saya merasa berubah jadi manusia baru ketika travelling. Bagaimana dengan kamu? punya cerita yang serupa dengan saya? sharing yuk di kolom komentar.
**