“Didiklah anakmu sebaik-baiknya. Karena baik buruknya anakmu tergantung dari didikan orang tuanya”
Terkadang sering tidak kita memandang anak kita dan merasa sesuatu hal yang aneh. Apa yang dilakukan anak kita, persis seperti apa yang kita lakukan saat kita kecil dulu. Mudah ngambek ketika keinginannya tidak segera dituruti, cengerng, penakut, mudah sakit kalau badan terlalu capek. Tapi senangnya, Attha juga mewarisi kegemaran saya akan buku dan senang belajar.
Itu adalah gambaran singkat mengenai Attha, anak sulung saya. sifatnya hampir 100 persen sama dengan sifat saya. Begitu juga tingkah lakunya mirip dengan tingkah laku saya sewaktu kecil dulu. Termasuk bagian yang mudah sakit ketika badan terlalu capek. Bahkan anak saya juga mengidap penyakit step, sama seperti saya waktu kecil dulu.
“Attha itu duplikatmu.”
Begitu kata suami. Sementara adiknya, Alia cenderung meniru tingkah papanya. Karena itu saya merasa seperti “nyambung” dan bisa merasakan apa yang dirasakan Attha ketika anak sulung saya itu marah, kecewa, sedih maupun senang.
Ada “ikatan batin” yang menyatukan kami. Hati kecil saya pun sering berkata, “ketika saya sedih dan kecewa, ini yang saya rasakan dulu”.
Karena itulah saya jadi tahu ketika anak saya marah tidak jelas, artinya dia sedang bosan. Karena saya pun akan demikian jika saya sedang bosan. Hanya saja anak saya tidak mengerti dan tidak tahu harus menyampaikan bagaimana.
Attha butuh refreshing dan jalan-jalan. Ketika saya mengajaknya jalan-jalan, marah-marahnya hilang. Bahkan sangat baik dan akur dengan adiknya. Sementara kalau anak saya bosan, ada saja yang membuat Attha bertengkar dengan adiknya.
Hal yang sama juga saya rasakan ketika anak saya menangis tanpa sebab. Artinya minta dipeluk dan dekat dengan mamanya. Karena saya pun ingin dipeluk ketika saya sedang sedih.
Neneknya tidak akan mengerti dan malah memberinya kue atau perhatian lagi. Attha tidak ingin apa-apa ketika sedang menangis sedih. Yang dibutuhkannya hanya pelukan mamanya.
Saat saya memeluknya dan bicara lembut padanya, kesedihan Attha mulai berkurang. Attha lalu tidak ingin jauh dari saya dan apa-apa ingin saya yang meladeninya. Sama ketika saya merasa sedih, saya hanya ingin dipeluk suami, makan bersama suami, disuapin, diajak jalan-jalan. Duplikat, persis sama. Karena itulah saya suka marah, ketika tidak ada yang bisa mengerti apa yang dimau Attha. Seperti suami yang langsung saja memarahinya ketika menangis tidak jelas.
Bahasa kalbu antara ibu dan anak memang sulit digambarkan. Tapi itu kenyataan yang ajaib. Hanya ibu yang bisa merasakannya. Saya beruntung bisa menangani anak sulung saya dan ingin selalu dekat dengannya. Karena saya adalah dia. Dan dia adalah saya. Saya mencintainya melebihi diri saya sendiri.
TANTANGAN DALAM MENDIDIK ANAK
Tantangan tersendiri bagi saya ketika perlahan sifat “duplikat” itu ada pada diri anak saya. Karena artinya saya pun harus lebih instrospeksi diri dan memperbaiki diri. Karena anak akan meniru apapun yang ada pada diri saya. Akan bagus kalau yang ditiru adalah hal yang baik. Kalau yang buruk, bagaimana? Mudah-mudahan tidak ya. Dan sejauh ini anak saya masih baik. Kecuali sifat cengengnya yang gak ketulangan. Sama deh seperti saya. hehe.
Sebenarnya cukup mudah juga menangani sifat duplikat anak seperti itu. Karena kita tidak perlu meraba-raba apa yang sebenarnya diinginkan sang anak. Cukup mengenali diri sendiri dan mencari solusi dari apa yang kita rasakan. Seperti:
- Komunikasi yang baik dengan sang anak.
Jangan terlalu mudah memarahi anak. Terutama ketika anak marah tidak jelas, menangis tidak jelas atau melakukan sesuatu yang kita tidak mengerti maksudnya apa. Dekati dan komunikasikan dengan baik apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Kalau anak susah untuk mengatakan, kita yang bisa mendahului bercerita dengan memancing obrolan lain. Yang penting alihkan kemarahan atau kesedihan anak dengan cerita menyenangkan dari kita. Kalau anak sudah reda marah atau sedihnya, pasti si anak akan cerita dengan sendirinya.
- Dengarkan semua curhatnya
Jadilah pendengar yang baik ketika anak mulai bercerita apapun. Dengarkan dan jangan dibantah atau ditertawakan. Anak akan merasa dihargai ketika kita mendengarkan apapun yang dia katakan. Selingi juga dengan nasehat –nasehat bijak dari cerita yang anak katakan. Sehingga anak akan terarahkan dengan baik pula.
- Perlakukan seperti teman
Anak akan merasa dekat dengan kita, ketika kita berada sebagai posisi “teman” untuknya. Bisa diajak bermain bersama, bercanda bersama, jalan-jalan bersama. Hubungan seperti ini akan menciptakan ikatan baik yang lebih kuat lagi. Beda ketika kita menjaga jarak dengan anak. Misalnya terlalu sibuk sehingga tidak mau diajak bermain anak. Tidak punya waktu untuk menemaninya belajar, dll. Anak akan sedih dan kecewa. Dan dampaknya bisa merenggangkan hubungan anak dan orang tua loh.
- Ajari hal-hal yang baik
Saat inilah waktu yang tepat untuk mengajari anak hal-hal yang baik. Karena usia anak yang balita, akan menangkap informasi dengan sangat baik. Hampir seratus persen tanpa disaring. Jadi ketika kita mengajarinya hal baik, itulah yang akan ditangkap dan ditiru anak. Sebaliknya, hindarkan anak dari pengaruh buruk karena itu juga yang akan ditiru anak.
Anak belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Memberinya hal-hal baik akan membentuk karakter baik pada dirinya yang akan terus berkembang sampai kemudian hari.
- Beri banyak pelukan dan kasih sayang
Ini penting karena anak akan merasa lebih tenang ketika dipeluk. Saya sering protes kepada suami ketika suami tidak segera memeluk saya saat saya sedih. Suami memang mengaku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tapi membiarkan saya menangis dalam pelukannya akan membuat kesedihan saya hilang dan hati pun menjadi tenang.
Hal yang sama juga pasti dirasakan oleh anak saya. Peluklah ketika anak sedang sedih, marah atau sedang bahagia. Karena pelukan dan ciuman akan menentramkan jiwanya. Anak semakin sayang dan dekat dengan kita. Begitu juga sebaliknya.
Intinya menanangi anak yang merupakan duplikat kita sebagai orangtuanya, sebenarnya tidak terlalu sulit. Karena penanganannya sama persis seperti apa yang kita mau. Tinggal bagaimana kita mengkomunikasikan kepada anak saja. Setuju ya.
Nah, begitu sih sedikit cerita saya mengenai pengalaman saya mendidik anak. Karena apa yang diinginan anak, seyogyanya sama seperti apa yang kita inginkan. Kalau teman-teman bagaimana, punya cerita lain ketika menghadapi anak yang sifatnya sama persis seperti kita? Sharing yuk di kolom komentar.
4 Comments. Leave new
betul sekali bila dikatakan anak adalah duplikat orang tua. memang tidak seratus persen. namun apa yang dilakukan sang anak biasanya mencontoh orang tuanya masing-masing…
Bener banget pak. makanya saya hati-hati sekali didik anak, karena sudah kelihatan kalau anak saya selalu meniru apa yang saya lakukan. jadi semacam pembelajan untuk diri kita juga agar selalu baik. jadi anak bisa mencontoh yang baik-baik dari orang tuanya.
selain duplikat, orang tua juga menjadi penentu awal anaknya untuk dan akan menjadi apa selanjutnya, salam kenal ya mbak indah
salam kenal juga mas Ibrahim. benar sekali kalau anak penentu awal masa depannya nanti. makanya mendidik anak harus jeli ya mas. kasih contoh yang baik-baik saja.