Ketika aku mendadak menjadi pemarah dan mudah sakit hati, satu sosok itu melintas di pikiranku. Saat aku bertanya kenapa harus aku yang selalu mengalah, sosok itu lagi yang membayang di depanku. Begitu juga ketika aku menangis dalam kesedihan, satu sosok itu hadir dalam mimpi dan lamunanku.
MAMA…
Entah berapa juta kata yang sudah dinasbihkan kepadaku. Berjuta belaian tangan yang mengusap kepalaku dengan lembut, berjuta doa yang terucap di bibirnya untukku dan berapa juta air mata yang mengalir akibat ulahku. Sungguh aku tak pernah sanggup untuk menghitungnya. Bahkan mungkin tak akan pernah terhitung. Kepalaku hanya mampu tertunduk untuk semua khilafku.
MAMA…
Aku memanggil ibu yang melahirkan aku dengan sebutan mama. Sebutan yang menurutku sangat pantas untuk sosoknya yang melankolis sempurna. Sifat yang pada akhirnya diturunkan sepenuhnya kepadaku. Namun mama juga seorang pendamai yang menginginkan ketenangan. Tak suka berkonflik. Lebih banyak mengalah daripada memecah pertikaian.
Aku mengadu banyak hal kepada mama. Soal tingkah adikku, soal anak-anakku, soal kebiasaanku, dan banyak persoalan lainnya. Mama dengan senyum lembutnya selalu mengatakan sesuatu yang sampai saat ini selalu aku ingat.
“SABAR… DAN MAAFKAN”
Itulah pesan mama yang aku jalankan hingga saat ini. Nasehat mama selalu menjadi obat dari rasa sakitku, penyembuh dari gelisahku. Hingga saat ini pun, mama tak pernah berubah.
Mama masih sering membelaiku ketika aku pulang ke rumah mama. Masih menangis rindu ketika aku jarang menjenguknya. Bahkan mama selalu mengulang nasehat yang sama ketika aku terlibat masalah dengan orang lain.
Kasih sayang ibu memang tak terbantahkan oleh waktu. Berapapun usiaku, mama tetap menyanyangiku. Bahkan tak jarang mama masih menganggapku anak kecil. Menyuapiku, menceritakan kisah untukku dan memasakkan masakan kesukaanku.
Hari ibu sudah berlalu. Namun bagiku, hari ibu tak berlalu bagi mamaku. Karena hari ibu bukan satu hari dalam setahun. Tapi 365 hari dalam setahun. Ya, setiap hari adalah hari ibu untuk mamaku. Karena waktu tak bisa dijadikan jarak untuk kasih sayangnya yang sepanjang masa. Seperti lirik dalam lagu Jasmine elektrik yang berjudul “IBU”.
IBU
.
.
Kau ajariku berjalanMembimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang ku cita-citakan
.
.
Selama ku di besarkanSelama ku di pelukan
Begitu banyak dosa yang telah aku lakukan
.
.
Buat ibu terlukaBuat ibu kecewa
Mohon ku diingatkan
Mohon ku dimaafkan
.
.
Ku kayuh perahuMenuju pulau citaku
Diiringi doa nasehat bijakmu ibu
Ku arungi hidup berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu ibu
Tak terbantahkan
Waktu
(lyric by jasmine elektrik official)
**
Waktu berlalu begitu cepat, hingga tak terasa usia ibuku terus bertambah. Tubuhnya pun kian menua. Rambut yang dulu hitam legam, kini memutih semua. Ibuku sudah punya cucu. Anakku memanggilnya dengan sebutan “uti” atau “eyang putri”. Saat itulah posisi ibu, aku rasakan juga. Aku juga ibu untuk anakku. Namun aku masih sedikit ilmu. Masih banyak yang harus aku tahu tentang perjuangan seorang “ibu”. Mamaku lah tempatku bertanya tentang segalanya.
Jika ada orang yang paling sabar di dunia, bagiku itu adalah mamaku. Begitu juga ketika ada orang yang paling pemaaf sedunia, selain Nabi junjunganku yaitu NABI MUHAMMAD SAW. Urutan kedua adalah mamaku. Kenapa? Aku punya cerita tentang mamaku.
Aku dan adik-adikku sudah beranjak dewasa. Kami lima bersaudara dan aku anak sulung. Anak kedua dan ketiga sudah menikah dan punya anak. Tinggal anak ke empat dan kelima yang belum menikah. Adikku yang keempat sedang bekerja di Jakarta, sementara si bungsu masih di bangku kuliah. Semuanya pernah membuat mamaku menangis. Entah karena kesal, tak sadar membentak, menginginkan sesuatu tapi tak terpenuhi. Apa yang dilakukan mamaku melihat kebandelan kami?
MENANGIS
Ya… mamaku mudah sekali meneteskan air mata. Entah itu sedih atau gembira, selalu saja menangis bisa melegakan perasaannya. Seperti ketika aku tak bisa berkunjung ke rumah mama, lantaran banyak kesibukan di rumah. Aku langsung disambut dengan pelukan dan tangisan karena rindu.
Mamaku juga selalu menceritakan tentang keluh kesahnya layaknya anak kecil. Ketika kami bertemu, mama bercerita sambil menangis. Lalu bertanya kenapa aku tidak datang ketika mama sakit. Mama cerita kalau baru jatuh dari kamar mandi. Sementara di rumah tidak ada orang. Maklumlah, kini mamaku tinggal berdua saja dengan adik bungsuku yang masih kuliah. Jadi mama sering ditinggal sendirian di rumah.
Aku selalu merasa bersalah ketika mama sudah meneteskan air mata. Ketika aku sakit, atau anakku sakit. Mama tanpa mengenal menyerah, langsung datang menjenguk ke rumah mertuaku. Yah, saat ini aku masih tinggal dengan mertua. Mama tak sungkan datang ke rumah anaknya, ketika melihat ada anak atau cucunya yang sakit. Padahal mamaku sudah sulit berjalan. Penyakit tua katanya. Kakinya sulit digerakkan.
Sebelum ayahku meninggal, ayahku sempat sakit lama. Buntut dari penyakit hernia yang terlambat ditangani. Usus ayahku membusuk dan terpaksa dipotong lewat jalan operasi. Akibatnya, perut ayahku dilubangi untuk membuat jalan keluar makanan. Itu karena usus ayahku sudah tidak ada. Sehingga makanan yang dimakan, keluar lewat perut ayahku yang berlubang.
MAMAKU YANG SABAR DAN TELATEN MERAWAT AYAH.
Ketika ayahku masuk rumah sakit, mamaku yang selalu merawat ayah. Bukan suster. Aku yang ikut menjaga ayah jadi geregetan sendiri. Untuk mengganti perban dan merawat darah yang keluar dari tubuh ayah kan seharusnya tugas perawat. Tapi kenapa justru mamaku yang melakukan semua itu. Bahkan mamaku cekatan sekali merawat ayah. Melebihi tugas seorang perawat.
Ketika ayahku akhirnya dirawat di rumah pun, mama tetap senantiasa menemani ayah. Tak sedikitpun mengeluh. Mama bahkan tidak membiarkan anak-anaknya ikut merawat ayah. Kalau pun ikut merawat, sekedar membantu saja. Tapi mengurus ayah mulai dari memandikan, mengganti pakaian, merawat luka di perut ayah. Dilakukan semuanya oleh mama.
Ayahku kini sudah tiada. Mama jadi kehilangan semangat hidup. Kalau anak-anaknya bandel dan membuat masalah, mama tidak memarahi kami. Tapi mama hanya menangis. Lalu ingat ayah. Aku tak kuasa ketika mamaku seperti itu. kupeluk mama dan tangisku pun ikut pecah.
“SABAR DAN MAAFKAN…”
Dua kata itu yang selalu diajarkan mama kepadaku. Ketika ada orang yang menyakiti kita, jangan membalasnya. Sabarlah, karena ALLAH mencintai orang yang sabar. Malaikat juga ikut berdoa untuk orang yang sabar. Bahkan mama menganjurkan aku untuk mendoakan orang tersebut agar mendapat hidayah ALLAH. Sungguh mulia hati mama.
Aku ingat kata-kata mamaku, maafkan semua kesalahan orang lain sebelum mereka meminta maaf. Bahkan ketika orang yang menyakiti kita tak pernah mau minta maaf. Karena dengan memaafkan, dosa kita luntur.
Mama juga mengajariku untuk selalu mengalah. Kalaupun kita benar, jangan pernah menyalahkan orang lain. Mengalah bukan berarti kalah. Tapi kita menang secara hati. Allah memberi kita pahala untuk keikhlasan itu.
Terima kasih jasmine elektrik, yang sudah membuat lagu IBU dan membuat cerita ibu menjadi nyata. Melalui jasmine elektrik, aku sampaikan sejuta cintaku untuk mama. Jutaan air mata tak akan sanggup menggambarkan betapa hatiku bergetar untuk mama. Aku sayang mama, selamanya. Lagu “IBU” dari Jasmine elektrik aku persembahkan untukmu, mama. Juga untuk ibu-ibu hebat lainnya di dunia.
#JasmineEleketrikCeritaIbu
3 Comments. Leave new
Cerita yang sangat menginspirasi buat pembaca . Minta maap adalah suatu tindakan yang amat sangat susah tapi lebih susah lagi untuk memaafkan.
Benar sekali. Semoga kita bisa menjadi orang yang pemaaf. Amin