Belajar memaafkan orang lain itu susah-susah gampang. Lalu bagaimana dengan memaafkan diri sendiri?
Saya termasuk orang yang mudah trauma. Ketika sakit hati, sembuhnya lama. Kata ibu saya, ini dendam namanya. Gak boleh dipelihara dan harus dihilangkan dari pikiran saya.
Saya termenung mendengar pernyataan ibu saya. Dendam. Saya tidak pernah mendendam sama siapa pun. Kalau saya disakiti, saya selalu istighfar dan berdoa semoga saya diberi kelancaran rizki yang banyak. Bukankah doa orang yang teraniya itu diijabah oleh Allah. Daripada saya mendoakan yang jelek sama orang yang menyakiti saya, lebih baik saya mendoakan kebaikan pada diri saya sendiri.
Berdoa di saat sedang teraniaya itu bagi saya adalah kesempatan emas untuk mendapatkan perhatian penuh dari Tuhan. Karena saat itu saya merasakan Allah sedang kasihan pada saya, biasanya kalau kasihan kana pa-apa yang diminta dikabulin. Nah, saya minta deh rejeki yang lancar. Untung di saya kan.
Selain rejeki, saya juga minta kesehatan dan kedamaian hati. Karena dua hal itu adalah sumber kebahagiaan bagi saya. Sehat dan bahagia.
Masalahnya disadari atau tidak, kedua hal tersebut grafiknya naik turun. Ada saja permasalahan yang terjadi di keseharian kita. Bekerja, mengurus anak dan suami, bertengkar dengan saudara, terlibat konflik dengan teman, dan banyak lagi. Bisa dipastikan ya tubuh capek hingga akhirnya jatuh sakit. Lebih dari itu, psikis juga pastinya terjanggu sehingga kita depresi, galau dan tidak merasa bahagia.
Saya merasakan semua hal itu dan menganggap semuanya baik-baik saja. Saya anggap wajar sebagai bumbu kehidupan. Tapi setelah saya membaca buku Trip to Forgive karya mbak Diah Mahmudah dan MLP Support Group, saya menyadari bahwa diri saya memang sedang sakit. Sakit lahir dan batin dan itu mempengaruhi hidup saya saat ini dan ke depannya.
Baca juga : Novel Kata karya Rintik Sedu
Daftar Isi
Mengenal buku Trip to Forgive
Taglinenya adalah perjalanan perempuan menemukan cahaya di balik luka. Dalam sekali maknanya bagi saya. Seolah sebuah kata “memaafkan” itu begitu sulit karena luka yang ada di baliknya begitu sakit.
Sesakit apa sih luka itu sampai tak bisa sembuh bertahun-tahun. Saya tercengang ketika membaca banyak kisah dalam buku Trip to Forgive ini. Kumpulan kisah nyata mengenai perjuangan para perempuan hebat untuk menyembuhkan dirinya terhadap luka.
Saya baru buka prolognya saja sudah tercengang bukan main. Buku ini semacam obat bagi kumpulan luka yang sulit disembuhkan. Segmennya memang perempuan karena tahu sendiri kan, kalau perempuan makhluk yang sangat perasa. Beda dengan laki-laki yang lebih menggunakan logika. Kalaupun menemukan laki-laki yang menyimpan luka, cara menanganinya pasti berbeda dengan kaum hawa ini. Pokoknya para mbak mbak dan ibu ibu ini lebih baper deh.
Mbak Diah Mahmudah tidak sendiri dalam meracik kisah yang penuh inspirasi ini. Ada banyak perempuan hebat yang digandeng untuk berbagi kisah. Dengan support dari MLP Support Group, jadilah kumpulan kisah nyata yang dibalut dalam buku apik yang pastinya membekas saat selesai membacanya.
Bentuk fisik buku Trip to Forgive
Sebagaimana bentuk buku pada umumnya ya, bentuk fisik buku Trip to Forgive persegi panjang dengan dominan warna kuning di sampul depan dan ungu di sampul belakang. Gambar perempuanyang bertaburan bunga di seluruh kepala seakan mewakili kalau ini loh buku tentang perempuan. Lengkap dengan aksen kupu-kupu yang feminim. Hmm…
Sampul bagian belakang lebih didominasi warna ungu. Berisi penggalan isi buku yang cukup menggugah. Uniknya, ada tambahan pembatas buku yang sama persis dengan sampul depan. Cantik. Sementara spesifikasinya adalah sebagai berikut :
Judul : Trip to Forgive
Penulis : Diah Mahmudah dan Tim MLP Support Group
Penerbit : Zenawa Media Giditama, Anggota Ikapi, Jawa Barat 2020
Jumlah halaman : 260 halaman
ISBN : 978-623-7306-70-2
Cetakan pertama : November 2020
Trip to Forgive bercerita tentang apa sih ?
Seperti tagline bukunya ya. Buku Trip to Forgive menceritakan perjalanan para perempuan yang secara tak sadar mempunyai luka yang mendalam. Sampai butuh bertahun-tahun untuk menyadarinya dan menyembuhkannya. Ini bukan perkara mudah, karena mempengaruhi kehidupan yang sedang dijalani.
Luka pengasuhan.
Ini adalah inti dari kisah yang ada di dalam buku Trip to Forgive. Ada banyak dari diri kita yang tak menyadari bahwa kita punya luka pengasuhan sejak kecil. Didikan orang tua yang keliru atau tidak sesuai dengan kita menyimpan banyak luka. Tapi apa yang bisa kita lakukan. Tidak ada karena bagaimanapun juga orang tua punya cara tersendiri untuk mendidik kita.
Dalam Buku Trip to Forgive, teman-teman pembaca akan menemukan ragam kisah efek dari luka pengasuhan ini.
Saya mengutip sedikit prolognya ya.
“Orang tua kita bisa jadi hanya melukai kita satu kali, namun karena kita tidak memprosesnya hingga ke pemaafan , maka otomatis kita sendirilah yang zalim terhadap diri sendiri karena melukai diri kita berulang kali, hanya dengan mengingatnya untuk kemudian terluka lagi dan lagi.”
“Jika bukan diri kita yang memutus mata rantai luka tersebut, lalu siapa? Apakah kita akan mewariskan luka yang sama terhadap anak-anak kita?
Disebutkan juga di sana, bahwa Trip to Forgive hadir untuk menemani dan membesamai teman-teman yang masih dalam proses perjalanan memaafkan, sehingga bisa saling menginspirasi. Keren ya.
Kesan saya setelah membaca buku Trip to Forgive
Saya membaca semua kisah dalam buku Trip to Forgive. Semuanya menginspirasi dan menyadarkan saya satu hal. Bahwa saya pun ternyata juga punya luka pengasuhan yang sampai saat membaca buku ini, saya tidak menyadarinya.
Seperti pada kisah Pap, Aku rindu. Ada di halaman 59. Kisah yang langsung mengingatkan saya dengan ayah saya yang sudah almarhum.
Kisah mbak Inara yang sangat kehilangan sosok ayah yang jadi idola selama ini, nampak begitu membekas dan mirip dengan saya. Kalimat mbak Inara yang begitu menggugah saya yaitu :
“Terkadang hidup ini menawarkan secangkir kepahitan yang setiap pagi aku sesap, sehingga getirnya menjadi terlalu biasa buatku” Trip to Forgive – Inara
Saya awalnya berpikir apa maksud mbak Inara menulis kalimat itu. Setelah saya membaca kisahnya, ternyata mbak Inara adalah sosok yang sangat mengidolakan ayahnya. Disiplin, keras sekaligus penyanyang. Meninggalnya sang ayah membuatnya sangat kehilangan.
Ketika mencari suami pun, mbak Inara mencari sosok yang mirip dengan ayahnya. Tapi karena suaminya tidak sama sifatnya dengan sang ayah, ada rasa kecewa dalam dirinya yang sulit dimaafkan. Mbak Inara juga menuntut sang kakak laki-lakinya untuk menjadi seperti ayahnya. Tapi tidak bisa dong. Karena kakak laki-lakinya bukan ayahnya dan sifatnya jelas berbeda.
Pada akhirnya semua luka itu sembuh perlahan dari kesadaran mbak Inara akan kekeliruannya selama ini. Saya menikmati prosesnya berkisah dan menyadarkan saya bahwa saya juga mengalami hal serupa.
Bedanya, saya anak pertama dari lima bersaudara. Sementara anak laki-laki di rumah adalah adik bungsu saya. Ayah saya meninggal ketika adik bungsu saya masih TK. Adik bungsu saya tidak pernah merasakan kasih sayang ayah, karena ditinggal saat masih kecil.
Saya sangat kehilangan sosok ayah yang selama ini menjadi tempat saya curhat. Bahkan karakter saya yang terbentuk saat ini adalah bentukan dari ayah saya yang disiplin namun tetap sayang. Sampai saya dikira anak emas karena tidak dimarahi ayah. Sementara adik saya lainnya, kerap kena marah karena sering keluyuran, malas mengaji, dan melanggar aturan yang dibuat ayah di rumah.
Saya penurut karena saya tidak mau dimarahi. Itulah yang menjadi minset saya. Bukan berarti saya minta dipuji. Tidak. Saya tidak mau dipuji apalagi berlebihan. Tapi saya tidak mau disakiti dengan perkataan kasar atau menyakiti. Itulah yang akhirnya saya sadari. Bahwa sejak kecil saya menghindari untuk tidak disakiti. Itulah yang membentuk sifat perfectionist saya.
Ah, membaca kisah dalam Trip to Forgive membuat saya banyak merenung. Banyak PR yang harus saya selesaikan terutama untuk menelusuri luka saya. Terima kasih mbak Diah dan tim MLP yang sudah memberi saya pencerahan mengenai hidup.
Saya salut dengan mereka yang akhirnya berani terbuka. Sementara yang masih damai dengan diam saja, sepertinya bisa mulai terapi penyembuhan diri dengan membaca buku ini. Sangat recommended. Informasi lengkapnya bisa didapat di instagramnya @dandiah_consultant atau facebooknya di Dandiah & Associates HR Consultant
Saya sudah menemukan damai di hati dengan kisah dalam Trip to Forgive. Sekarang giliran kamu yang harus bahagia dan sembuh dari luka yang sudah menahun. Salam damai dan bahagia teman.
**
23 Comments. Leave new
Pengen baca bukunya juga. Bagus isinya untuk saya yg sedang kondisi seperti ini
bagus mbak. inspiratif banget kisah kisahnya. coba baca deh mbak, semoga bisa bikin hati makin adem ya
Nah benar nih luka pengasuhan masa lalu harus disembuhkan sebelum melangkah jauh ke depan ya mbak..bagus juga bukunya jadi pengen baca
baca mbak. bagus nih, banyak yang bisa kita ambil dari kisah penulisnya.
Masya Allah. Buku yang sangat menginspirasi. Apalagi kisah-kisahnya based on true story. Pasti banyak pelajaran yg bisa d ambil dari buku ini. Perkara memaafkan memang bukan hal mudah tapi bukan berarti tidak mungkin.
jadi kayak teguran ya mbak. supaya kita juga belajar memaafkan. sulit itu buat saya, tapi saya sedang mencoba.
Mbak Wahyu, akupun pembaca buku ini sampai habis kulahap dalam 2 hari satu malam karena saking penasarannya. Membacanya tanpa ikut terluka keren sih. Insightfull bgt
aku baca satu kisah saja sudah cengeng mbak. apa karena aku baperan ya. wkwkwk… bagus sih kisahnya.
Jadi penasaran luka apa saja yang ditorehkan di buku itu. Mungkin beberapa di antaranya sama dengan pengalaman saya. Duh, serasa ngaca dong ya pas bacanya. Selamat untuk Mba Dian atas bukunya.
bener mbak. sebagian dari kita pasti punya pengalaman yang sama. jadi berasa ngaca
Jadi buku Trip to Forgive ini semacam antologi dari tulisan-tulisan perempuan tentang berdamai dengan memaafkan gitu ya Mbak? Bagi sebagian orang, menghapus luka di masa lalu itu memang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa. Hadirnya buku ini sangat membantu untuk berdamai dengan luka masa lalu itu
benar uda. faktanya memang hal paling sulit adalah memaafkan diri sendiri. prosesnya sepanjang hidup itu.
Tidak mudah memang untuk pulih dari luka yang tak kentara ini mba. Akupun banyak merenung setelah membaca beberapa buku parenting dan kesehatan mental, disitu aku sadar kalau selama ini self love ku kurang dan terlalu terfokus menyenangkan hati orang lain, sama-sama perfeksionis
saling menemukan jati diri kan ya akhirnya
Pengen juga baca bukunya, mengambil hikmah dari kisah orang-orang yang berproses sampai bisa memaafkan diri sendiri maupun orang-orang terdekatnya
masing masing dari diri kita juga berproses kok mbak dan kita juga inspiratif buat orang lain. sering sering mendengarkan kata hati saja
Sepertinya buku ini perlu dibaca buat mereka yang belum bisa menyembuhkan luka dan mereka yang butuh memahami bagaimana menyikapi dan mendukung orang terdekatnya yang pernah terluka.
benar bang, bisa mencerahkan kisah kisahnya
Dari ulasannya sepertinya buku ini bagus..
Bisa juga untuk healing, atau belajar memaknai kehidupan.
Aku pengen baca buku ini…
yuk dibaca mbak. bagus isinya
Sama kayak saya nih kak, kayaknya saya tipe dendaman juga susah memaafkan orang lain. sampai disakiti waku usia SD juga ingat sampe sekarang. Hahaha. jadi pengen baca buku trip for forgive agar bisa mencintai diri sendiri
hahahaha, belajar ngilangin sifat pendendam ya kak. ngomongnya sih mudah. prakteknya yang butuh proses. semoga kita diberi kelapangan hati ya kak untuk memaafkan orang lain
“Memaafkan” merupakan proses yang berat dan butuh perjuangan yang besar. Apabila sudah berada di titik bahwa “memaafkan” bukan untuk orang lain, melainkan untuk menyembuhkan luka batin, bisa menerima kebahagiaan, dan menyayangi diri sendiri.