Siapa yang anaknya sekolah di sekolah negeri dan dilema dengan yang namanya pungli. Katanya sekolah negeri itu gratis. Tapi kok masih ada iuran yang dibayarkan per bulan. Masih disuruh beli buku, bayar iuran untuk memperbaiki atap sekolah yang bocor dan biaya-biaya lainnya.
Para orang tua yang anaknya sekolah negeri pasti bisa merasakan apa yang saya katakan ini. Kalau ada yang bertanya kenapa sekolah negeri? Memangnya sekolah swasta gak ada demo pungli ya?
Tentu saja jawabannya gak ada. Soalnya sekolah swasta kan sudah jelas ada biaya-biaya yang disertakan selama anak-anak belajar di sekolah swasta tersebut. Namanya juga sekolah swasta. Jadi bukan pemerintah yang mengurus, melainkan yayasan atau pihak tertentu selain pemerintah.
Sekolah swasta biasanya lebih mahal daripada sekolah negeri, karena di awal anak-anak mendaftar sekolah di sekolah swasta, pihak sekolah sudah memberitahukan adanya biaya selama sekolah, seperti spp, biaya gedung, biaya studi tour, buku pelajaran tambahan dan lain-lain. Orang tua sudah tahu risikonya dan bersedia membayar dengan kesadaran penuh. Jadi gak protes dong mereka.
Biaya di sekolah swasta, biasanya sebanding dengan fasilitas yang didapatkan anak-anak selama sekolah. Semakin mahal biayanya, fasilitas yang didapat anak-anak akan semakin bagus. Wajar kalau orang tua puas dan tidak keberatan mengeluarkan biaya banyak.
Beda dengan sekolah negeri yang kata pemerintah termasuk sekolah gratis. Ada dana BOS dan BOSDA yang dianggarkan pemerintah untuk membantu pendidikan di sekolah negeri.
Namun faktanya, bantuan pemerintah itu tidak bisa mengcover seluruh kebutuhan sekolah. Makanya sekolah negeri membutuhkan tambahan biaya jika ingin anak-anak didik mereka mendapatkan fasilitas selama sekolah.
Apa sih Pungli itu?
Dari tadi ngomongin pungli. Teman-teman tahu tidak sih apa itu pungli?
Jadi teman-teman. Pungli itu kepanjangan dari pungutan liar. Artinya pungutan atau tarikan biaya yang dibebankan kepada wali murid yang keluar dari aturan sekolah.
Jadi misalnya di sekolah negeri kan tidak ada biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau yang dikenal dengan SPP. Tapi wali murid diminta membayar iuran sebesar 10 ribu rupiah setiap bulannya.
Atau wali murid diminta membayar sejumlah uang untuk membantu pembangunan atap sekolah yang mau roboh, atau bisa jadi orang tua diminta membayar sejumlah uang untuk menebus ijazah anaknya yang sudah lulus. Jika tidak diberikan sejumlah uang, maka ijazah anak akan ditahan sampai ada uang untuk menebus ijazah tersebut. Waduh.
Memangnya ada ya pungutan atau tarikan yang memberatkan seperti itu? Jawabannya ada dan banyak. Bahkan sudah menjadi rahasia umum di antara para sekolah negeri yang ada di negeri kita ini. Mau sedih tapi gimana lagi.
Kita mau kan anak kita mendapatkan fasilitas sekolah yang baik, sehingga anak-anak dapat belajar dengan nyaman dan aman di sekolah. Tapi kalau ada pungutan yang memberatkan seperti itu jadinya gimana ya? Pusing tujuh keliling deh.
Pungli Perlu Diberantas Gak Sih?
Harus dong. Karena pungli termasuk bagian dari korupsi. Tahu sendiri kan jika korupsi itu merupakan tindakan yang dilakukan untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai dengan tugas resmi yang diberikan.
Misalnya menyuap atau memberikan uang kepada kepala sekolah agar anaknya bisa masuk sekolah yang bersangkutan.
Atau gratifkasi dengan memberikan beragam hadiah secara terus menerus kepada guru, sehingga guru yang diberikan hadiah merasa berhutang budi dan memberikan fasilitas khusus kepada wali murid yang sering memberikan hadiah kepadanya.
Atau bisa juga pungutan liar yang jelas-jelas terbukti memberatkan dan merugikan murid maupun wali murid. Ingat, semua tindakan korupsi harus diberantas. Termasuk pungli atau pungutan liar.
Eits, tapi tunggu dulu. Kita harus jeli membedakan mana pungutan yang termasuk liar atau bukan. Jangan-jangan kita salah menuduh. Pungutan yang diberikan sekolah untuk siswa, tidak semuanya termasuk pungutan liar loh.
Kok bisa?
Iya. Karena pungutan liar itu artinya pungutan yang tidak disepakati oleh wali murid dan memberikan reaksi pemberontakan atau penolakan. Sementara pungutan yang disepakati wali murid untuk tujuan memberikan yang terbaik untuk anak-anak, bukan pungutan liar lagi namanya.
Bahkan ada loh, wali murid yang dengan sukarela membantu biaya perbaikan sekolah karena ingin anaknya yang sekolah di sekolah tersebut merasa nyaman dan aman.
Lagi-lagi ada yang nanya. Memangnya ada ya wali murid yang seperti itu? Eh ada gais. Pengennya sih spil nama sekolahnya ya. Tapi gak jadi deh.
Anggap saja penyumbang tersebut adalah hamba Allah yang ingin bersedekah kepada dunia pendidikan. Pahalanya mengalir terus karena sekolah kan dipakai anak-anak untuk menimba ilmu. Siapa sih yang gak mau dapat pahala yang mengalir terus tanpa putus.
Bukan pembangunan masjid saja loh yang mendapatkan aliran pahala tanpa putus. Orang yang bersedekah di dunia pendidikan atau siapapun yang bersedekah di jalan Allah dengan ikhlas, akan mendapatkan pahala bahkan saat si pemberi sedekah tersebut sudah meninggal. Masya Allah.
Makanya diantara wali murid yang kadang suka demo dan selalu memperkarakan soal biaya di sekolah, ada juga orang tua murid yang sadar bahwa bapak ibu guru sudah mendedikasikan ilmu dan tenaganya untuk mengajar anaknya di sekolah. Gaji mereka tidak seberapa, tapi perjuangan mereka untuk mendidik anak-anak sangat luar biasa.
Gak ada salahnya kan jika kita memberikan apresiasi atau penghargaan atas jasa para bapak ibu guru dengan membantu membangun atap sekolah yang bocor misalnya. Atau jika kita bukan orang kaya, kita bisa menyetujui jika ada iuran sepuluh ribu rupiah untuk fasilitas anak-anak di sekolah.
Fasilitas?
Memangnya apa yang bisa diberikan sekolah dengan uang 10 ribu rupiah per anak. Eh banyak buk. Sebut saja air galon untuk anak-anak minum.
Sekolah kan dari pagi sampai siang. Bahkan ada yang sampai sore. Anak-anak biasanya bawa air minum dari rumah. Kurang dong buk kalau cuman satu botol.
Daripada beli, sekolah memberikan fasilitas air galon untuk anak-anak. Jadi anak-anak bisa mengisi ulang air dalam botol yang dibawanya dari rumah. Gratis loh buk ibuk. Gak perlu beli air di kantin. Kurang enak apa coba.
Selain air galon, uang sepuluh ribu rupiah itu juga bisa digunakan untuk membeli tissue misalnya, atau beli peralatan kelas seperti sapu, kain pel dan kebutuhan kelas lainnya.
Memangnya cukup cuman 10 ribu rupiah?
Nah kan. Kalau disebutkan fasilitas apa saja yang akan didapat anak-anak di sekolah, sebagian orang tua pasti ada yang bertanya demikian. Memangnya cukup uang 10 ribu rupiah untuk membeli kebutuhan kelas yang banyak itu?
Jawabannya bisa cukup bisa tidak. Makanya besarnya iuran yang diberikan paguyuban ke wali murid bisa bervariasi. Ada yang 10 ribu, 15 ribu, 20 ribu, dan lain sebagainya. Sesuai kesepakatan antar wali murid.
Oh iya, tadi saya menyebut paguyuban ya. Paguyuban itu perwakilan orang tua siswa yang biasanya ditunjuk komite sekolah untuk memenuhi kebutuhan siswa membeli galon air, sapu, kain pel, tissue dan kebutuhan siswa lainnya.
Penyebutan paguyuban di setiap sekolah juga bisa berbeda-beda. Kalau di sekolah anak saya namanya korlas atau koordinator kelas. Tugasnya sama dengan paguyuban di sekolah lain. Memenuhi fasilitas anak-anak selama di sekolah.
Nah paguyuban ini bertanggung jawab kepada komite sekolah. Yaitu lembaga non profit yang terdiri dari sekelompok orang yang dibentuk secara demokratis oleh berbagai pihak yang berkepentingan termasuk sekolah untuk membantu sekolah meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Jika paguyuban sekolah terdiri dari perwakilan wali murid yang anak-anaknya masih sekolah di sekolah yang bersangkutan. Maka komite memiliki anggota yang lebih luas lagi.
Komite bisa terdiri dari wali murid yang anaknya masih sekolah di sekolah yang bersangkutan atau wali murid yang anaknya sudah lulus, tapi wali murid tersebut memiliki kemampuan untuk membantu sekolah dalam memajukan dunia pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
Contohnya nih. Sekolah anak saya di SDN Purwantoro 1 Malang. Ketua komitenya adalah mantan wali murid yang anaknya sudah lama lulus dan sekarang sudah SMU. Sekretaris dan bendaharanya juga memiliki anak yang sudah lulus. Sementara para anggotanya ada yang anaknya sudah lulus dan ada yang masih menjadi murid di sekolah.
Komite sekolah ini biasanya punya masa jabatan tertentu dan bisa ditunjuk kembali jika perannya masih sangat dibutuhkan sekolah.
Peran Komite dalam Mengatasi Pungli
Di atas tadi kan saya menyebutkan bahwa pemerintah memberikan bantuan BOS dan BOSDA untuk sekolah negeri yang ada di Indonesia.
Nah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) ini rupanya ditujukan untuk membantu sekolah dalam bidang akademik atau yang bersangkutan dengan nilai anak-anak di kelas.
Contohnya dana untuk membeli buku, jadi anak-anak akan dipinjami sekolah buku selama satu tahun ajaran sekolah dan dikembalikan ketika anak naik kelas. Jadi anak-anak tidak dibebankan untuk beli buku lagi.
Selain itu ada dana untuk pengadakan komputer. Tujuannya untuk menunjang mata pelajaran komputer di sekolah. Uangnya diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tadi.
Ada juga dana BOS yang dipakai untuk membiayai ekstrakurikuler sekolah. Atau kegiatan di luar kegiatan belajar mengajar, seperti pramuka, karawitan, menari, karate dan lain-lain.
Untuk urusan ekstrakurikuler ini, biasanya ada yang berbayar atau tidak dibantu oleh dana BOS. Misalnya seperti di sekolah anak saya. Ekstrakurikuler marching band yang ternyata sangat diminati anak-anak dan menyumbang prestasi paling besar di sekolah anak.
Marching band SDN Purwantoro 1 sering juara dan bahkan langganan juara setiap kali ada lomba marching band.
Kejuaraan marching band inilah yang dapat meningkatkan prestasi anak-anak di sekolah. Sehingga anak-anak mendapat sertifikat yang berguna saat anak-anak masuk SMP nanti.
Sertifikat memenangkan lomba tersebut bisa digunakan untuk masuk SMP lewat jalur prestasi. Makanya meskipun tidak mendapat bantuan dari dana BOS, tapi wali murid banyak yang dengan sukarela mau membayar agar anak-anaknya ikut kegiatan marching band.
Nah di sinilah peran komite sekolah untuk meluruskan anggapan sebagian wali murid yang menuduh adanya pungutan liar atau pungli di sekolah.
Iuran marching band misalnya. Itu bukan pungli karena biaya per bulannya sudah disepakati wali murid. Bahkan ada yang suka memberikan konsumsi untuk anak-anak latihan berupa kue dan minuman yang diberikan secara sukarela atau gratis.
Hal ini membuktikan banyak wali murid yang peduli dengan anak-anak yang ikut marching band, sehingga mereka memperhatikan betul kesehatan dan kenyamanan anak-anak selama latihan.
Pulang sekolah capek, seharusnya langsung pulang ke rumah. Tapi anak-anak yang ikut marching band tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan latihan di sekolah sampai sore.
Kasihan kan kalau tidak dikasih makanan. Makanya banyak wali murid yang menyumbang makanan agar anak-anak mereka tetap sehat dan tidak sampai jatuh sakit karena kecapekan latihan.
Oh iya, bagi yang belum tahu. Marching band ini seperti drumb band ya. Tapi tingkatanya lebih tinggi dari drumb band dengan formasi dan alat latihan yang berbeda. Biasanya anak-anak dibekali alat musik yang berbeda mulai dari drumb, pit, terompet sampai bendera untuk gerakan menari. Ada irama dan nada lagunya yang kompak. Bagus banget dan bikin bangga.
Kepercayaan para orang tua ini didapat karena mereka sudah melihat sendiri bagaimana prestasi marching band di luar sekolah, bahkan anak-anak mendapatkan sertifikat yang membantu mereka masuk SMP favorit lewat jalur prestasi. Sering menang lomba buk. Makanya banyak yang suka ikut marching band.
Kecuali kalau memang gak pernah menang lomba ya. Bisa jadi asumsi orang tua beda. Jadi semua kembali kepada hasil akhir dan proses selama latihan.
Alhamdulillah banyak orang tua yang mensupport atau mendukung kegiatan anak-anak. Masya Allah banget.
Baca juga : Kembangkan Literasi Anak Sejak Dini
Nah kalau untuk iuran per bulan yang jumlahnya bisa 10 ribu, 15 ribu, 20 ribu atau berapapun itu, komite akan menyampaikan dengan bijak kepada wali murid. Bahwa uang tersebut sifatnya tidak wajib. Tapi sangat disarankan untuk membayar karena digunakan untuk keperluan anak-anak di sekolah.
Dana BOS kan gak dipakai untuk membeli galon air di kelas buk. Juga tidak dipakai untuk membeli sapu, alat pel atau fotocopy soal latihan ujian. Nah semua kebutuhan kecil tapi vital itu dipenuhi oleh iuran 10 ribu rupiah tadi. Uangnya dari anak-anak dan untuk anak-anak juga.
Paguyuban, komite atau sekolah sama sekali tidak mengambil uang sepersen pun dari 10 ribu rupiah yang dibayarkan wali murid setiap bulannya.
Semua keuangan dikelola oleh paguyuban dan paguyuban jugalah yang melaporkan pengeluaran apa saja yang dilakukan dengan memakai uang yang dibayarkan wali murid setiap bulannya. Kalau sudah jelas seperti ini dan banyak yang setuju, masak masih disebut pungli. Bukan ya dek ya.
Beda lagi kalau misalnya anak-anak harus membayar sejumlah uang untuk bisa ikut ujian atau mengambil ijazah bagi yang sudah lulus. Kalau tidak bayar, ijazahnya ditahan sekolah. Nah itu namanya sudah pungli. Gak boleh itu dan harus diberantas.
Komite yang bertanggung jawab untuk menjembatani antara sekolah dan wali murid agar tidak terjadi kesalah pahaman. Karena itu komite harus kompak dan satu suara untuk memberikan pengertian kepada wali murid. Toh tujuannya untuk kebutuhan anak-anak selama di sekolah kan.
Perlu ditekankan juga jika iuran tersebut tidak wajib. Artinya bagi orang tua murid yang memang tidak mampu atau miskin. Tidak wajib membayar iuran loh dan tidak boleh ditagih. Yakin deh, ada kok wali murid lain yang lebih mampu yang akan dengan sukarela membayarkan iuran orang tua murid yang miskin tadi.
10 ribu per bulan masak berat sih buk. Masih mahalan jajannya anak-anak loh. Coba dihitung deh. Jika anak-anak jajan 2000 rupiah saja setiap hari. Sudah berapa duit tuh yang keluar dalam satu bulan untuk jajan saja. Itu baru anak satu. Kalau anaknya dua bagaimana? Banyak.
Nah kan. Daripada uang ibuk habis buat jajannya anak, mending dikasihkan ke sekolah untuk membantu sekolah memberikan fasilitas air minum gratis untuk anak ibu di sekolah biar gak kehausan.
Gratis loh buk, gak belepotan kalau makan banyak karena dikasih tissue gratis. Bisa belajar menyapu dan mengepel karena dibelikan sapu dan alat pel sama sekolah. Nanti pulang sekolah, anak-anak bisa membantu ibuk-ibuk menyapu dan mengepel karena sudah dibiasakan di sekolah. Seperti anak saya jadi suka membantu menyapu di rumah. Alhamdulillah.
Bahkan anak-anak gak bingung lagi kalau mau sholat. Karena ada rak untuk menaruh mukena dan sandal saat anak-anak istirahat sholat dhuhur di sekolah. Kurang enak apa coba buk.
Bayangkan kalau sekolah hanya mengandalkan dana BOS dan BOSDA. Anak-anak harus beli minum di kantin kalau minuman yang dibawanya dari rumah sudah habis.
Kelas juga kotor karena tidak ada sapu dan alat pel. Terus madding, buku bacaan, fotocopy latihan soal untuk ujian dan semua kebutuhan yang tidak ditanggung pemerintah tidak akan didapatkan oleh anak-anak.
Mau buk anak-anak kehausan salama sekolah. Iya kalau orang tuanya kaya. Anaknya diberikan uang saku banyak, sehingga bisa jajan banyak di kantin. Nah kalau orangtua muridnya miskin gimana? Kasihan bu.
Makanya yuk dukung anak-anak sekolah dengan memberikan kenyamanan dan keamanan selama anak-anak di sekolah. Bapak ibu guru pasti juga bisa mengajar dengan tenang kalau anak-anak senang belajar. Betul gak bu.
Jangan keberatan lagi ya kalau diminta iuran 10 ribu rupiah atau 20 ribu rupiah per bulan. Kalau gak mau bayar juga gak apa-apa kok. Paguyuban atau komite tidak akan memaksa ibuk buat bayar.
Jika ibu termasuk orang tua tidak mampu, pasti dimaklumi lah. Tapi kalau termasuk orang yang mampu atau kaya dan tetap gak mau bayar, ya itu namanya gak tahu diri. Hehe… peace ya bu.
Jangan dilihat berapa rupiah yang ibu bayarkan ke sekolah. Tapi lihatnya jerih payah bapak ibu guru dalam mendidik anak-anak kita. Masak sih kita tidak mau membantu bapak ibu guru dalam mendidik anak kita. semua kan kembali kepada anak-anak.
Orang tua juga bisa memonitor atau mengawasi uang keluar dan masuknya kok. Kan paguyuban diambil dari orang tua murid juga.
Mulai sekarang mulai bijak yuk menyikapi setiap biaya yang kita keluarkan untuk semua. Kita harus tahu mana yang disebut pungutan sukarela dan mana yang pungli. Kalau pungutan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama dan tujuannya untuk kesejahteraan anak-anak di sekolah, itu bukan pungli dan masih diperbolehkan.
Jangan asal lapor ya buk. Soalnya belakangan ini saya sering melihat banyak laporan kasus pungli yang ternyata bukan pungli. Mungkin komunikasinya saja yang kurang.
Kalau ibuk-ibuk masih bingung mana saja yang disebut pungli. Selain menahan ijazah dengan mengharuskan membayar uang, ada juga uang gedung yang dibebankan kepada siswa. Ingat ya bu. Perawatan gedung itu sudah dibantu pemerintah. Jadi siswa tidak diberi tanggung jawab untuk ikut membangun sekolah.
Komunikasikan dengan baik apa saja yang memberatkan bunda bunda ketika ada biaya yang dikeluarkan untuk sekolah. Misal untuk membeli buku seperti yang pernah terjadi di kelas anak saya. Rupanya buku yang disarankan untuk dibeli itu adalah buku penunjang karena isinya banyak latihan soal untuk kelas 5 SD.
Mengingat kelas 5 SD kan mendekati kelas 6, dimana akan banyak ujian untuk menghadapi kelulusan. Buku yang disarankan tujuannya untuk membantu anak-anak belajar di rumah. Sifatnya tidak wajib. Jadi kalau ada orang tua yang tidak mau beli ya tidak apa-apa dan tidak akan dihukum. Toh nanti buat anak-anak juga kan bukunya.
Kalau yang seperti ini bukan pungli ya buk ibuk. Kecuali jika orang tua murid diwajibkan membeli buku tersebut dan kalau tidak membeli buku tersebut, siswa yang bersangkutan tidak bisa ikut pelajaran. Nah itu gak boleh dan masuk dalam katergori pungutan liar.
Yuk bijak menyikapi dan memilah mana pungutan liar dan mana yang bukan. Semoga informasi ini membantu ya dan kita sebagai orang tua bisa lebih bijak lagi dalam mendukung kegiatan belajar anak kita di sekolah.
“Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI”
**