Wisuda itu sesuatu yang sakral. Prosesi penyematan toga, kain selempang dan pemberian ijazah di atas panggung itu menyiratkan banyak hal. Ada banyak perjuangan untuk mendapatkan prosesi tersebut, ada banyak air mata untuk menuju panggung di depan sana dan ada banyak drama yang menguras tenaga, pikiran, bahkan mental.
Wisuda sangat berarti bagi mahasiswa. Segala perjuangan menempuh pendidikan di bangku kuliah akan terbayarkan dengan diadakannya wisuda.
Meskipun wisuda sebenarnya hanya simbolis karena perjuangan sebenarnya adalah saat sidang skripsi dimana satu mahasiswa dibantai di depan banyak dosen. (Dibantai di sini maksudnya adalah menjawab pertanyaan dosen penguji atas hasil skripsi yang dilakukannya seorang diri ya.)
Makanya ketika ada anak SMA atau bahkan SMP, SD dan TK tiba-tiba merayakan wisuda, ada perasaan menjerit yang tak terbantahkan di sana. Terutama mahasiswa yang menganggap wisuda adalah momen sakral yang untuk mendapatkannya sangatlah sulit dan butuh perjuangan. Lah ini malah dijadikan gaya-gayaan sama anak SMA atau jenjang pendidikan di bawahnya. Menangis gak sih?
Makna Wisuda bagi Mahasiswa
“Selamat ya, kamu lulus.”
Satu kalimat yang bisa jadi mengguncang jagatraya ketika satu mahasiswa mendengarnya. Ya, satu mahasiswa yang berdiri di depan beberapa dosen yang beberapa jam ke belakang baru saja menguji hasil skripsi yang dilakukannya.
Skripsi yang merupakan pertanggung jawaban dari semua ilmu yang didapatkan selama kuliah 4 tahun atau lebih di kampus almamater. Skripsi yang mendapatkan sks paling banyak dibandingkan mata kuliah lainnya dan dikerjakan sendiri selama satu semester atau lebih. Skripsi yang membuat tenaga dan mental dibanting habis-habisan.
Skripsi yang membuat mahasiswa sering begadang, penelitian sampai larut malam di laboratorium, riset ke kampus lain atau perusahaan untuk mendapatkan data valid yang berhubungan dengan bahan yang dibahas dalam skripsi, jarang makan, menunggu dosen untuk bimbingan yang selalu diawali dengan dag dig dug dan masih banyak lagi drama lainnya.
Intinya skripsi adalah rangkuman dari semua ilmu yang didapatkan selama kuliah. Bentuknya bisa penelitian atau membuat karya berupa alat yang nantinya dipertanggung jawabkan di depan dosen.
Itu gak mudah bro. Lebih gak mudah lagi ketika kamu melakukannya sendirian. Karena skripsi itu tugas perorangan. Bukan tugas kelompok yang bisa dikerjakan bersama-sama dan ujung-ujungnya ada teman yang hanya titip nama.
Bukan. Skripsi itu wujud dari perjuangan kita selama kuliah. Nilai kesungguh-sungguhannya dilihat dari berhasil atau tidaknya kamu melewati sidang skripsi dan seberapa berhasil kamu bisa mempertanggug jawabkan penelitian yang kamu lakukan sendiri.
Makanya ketika kamu dinyatakan berhasil mempertanggung jawabkan hasil skripsi kamu dan dinyatakan lulus, saat itulah kamu berhak mendapatkan perayaan.
Perayaan itu dinamakan wisuda.
Jadi paham kan kenapa wisuda itu sakral dan sangat berkesan. Karena untuk mendapatkannya tidak mudah. Wisuda bukan untuk gaya-gayaan atau hedon. Wisuda itu ibarat medali yang pantas diberikan ketika kamu berhasil mencapai tujuan.
Setelah kuliah, masih ada dunia kerja dan bermasyarakat. Itulah tujuan sebenarnya dari kuliah. Hidup bermasyarakat dan mendedikasikan ilmu yang didapat untuk masyarakat. Belajarnya ya di bangku kuliah itu.
Makanya kuliah itu berat, karena kita tidak hanya belajar materi di sana. Tapi juga belajar tentang kehidupan, tentang sosialisasi, tentang disiplin mengerjakan tugas yang berpengaruh nantinya di dunia kerja, tentang pertemanan dan masih banyak lagi lainnya.
Lalu ada anak SMA yang menggunakan wisuda untuk gaya-gayaan dengan dalih ingin punya kenangan semasa SMA setelah lulus. Woiiii!!!!
Apakah lulus SMA harus dikenang dengan mengadakan wisuda? Bukankah wisuda itu butuh dana yang besar. Lalu darimana biayanya? Anak SMA kan rata-rata belum bisa kerja. Masih jadi tanggungan orang tua. Artinya beban biaya untuk wisuda dibebankan kepada orang tua.
Kalau orang tuanya gak mampu gimana? Apa gak pusing tuh cari uang untuk biaya wisuda. Belum lagi kalau anaknya mau melanjutkan kuliah. Butuh dana lagi untuk masuk kuliah.
Memangnya anak kuliah kalau wisuda gak pakai uang?
Pakai dong. Tapi anak kuliah rata-rata sudah terorganisir pikirannya. Hasil didikan kampus yang mengharuskan anak kuliah mandiri. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang sudah kerja. Kuliah sambil kerja. Uang UKT per bulan saja mahal loh. Mereka pasti putar otak gimana caranya bayar uang kuliah.
Mahasiswa gak semuanya orang kaya. Ada orang yang kurang mampu juga secara finansial. Untuk meringankan biaya kuliah, banyak dari orang yang kurang mampu secara finansial ini yang mencari beasiswa.
Mereka adalah orang-orang cerdas yang memang berhak mendapatkan bantuan dana pendidikan karena semangatnya yang tiinggi dalam menempuh pendidikan.
Orang-orang cerdas ini bersungguh-sungguh dalam belajar. Bahkan banyak di antara mereka yang rela kuliah sambil kerja untuk meringankan beban orang tua. Pantas kan kalau mereka akhirnya menjadi orang sukses.
Mereka bisa membiayai sendiri wisuda yang mereka inginkan. Mulai dari daftar wisuda, membeli baju wisuda, toga dan peralatan wisuda lainnya sampai tetek bengek lainya.
Beda dengan anak SMA, bahkan SMP, SD atau TK yang masih dibantu orang tua. Beda dek. Beda keadaan. jadi janganlah memaksakan wisuda hanya dengan dalih ingin kenangan saat kelulusan.
Wisuda itu hanya untuk anak kuliah dan esensinya memang seperti itu. Karena wisuda itu bentuk dari perjuangan yang melelahkan. Bukan gaya-gayaan agar kamu dibilang keren.
Keren?
Wisuda memang keren dan dibuat sekeren mungkin agar perjuangan kamu selama kuliah terasa dihargai dengan perayaan kelulusan yang sakral tersebut. Jadi jangan dinodai dengan keinginan hedon pengen ngerasain diwisuda.
Kalau mau ngerasain wisuda, ya kuliah dulu. Jangan lulus TK, wisuda. lulus SD, wisuda. Lulus SMP, wisuda. Lulus SMA. wisuda lagi.
Nanti nilai kesakralan wisuda bilang hilang karena dianggap symbol kelulusan biasa. Padahal butuh perjuangan untuk dapat diwisuda. Makanya jangan ya dek ya.
Larangan Wisuda untuk Meringankan Beban Orang Tua
Ada yang viral nih belakangan ini di salah satu platform sosial media. Ada anak SMA yang protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat, kang Dedi Mulyadi atau yang akrab dipanggil KDM mengenai larangan wisuda.
Si anak SMA ini menolak kebijakan pak Gubernur. Karena dia ingin kelulusan SMA yang dirasakannya tetap berkesan dengan adanya wisuda. Masalahnya, si anak ini termasuk anak dari orang tua yang kurang mampu secara finansial.
Rumahnya digusur karena berdiri di atas tanah pemerintah. Sekarang tinggalnya di kontrakan dengan kedua orang tua yang hidupnya pas-pasan.
Bukannya memikirkan bagaimana cara melanjutkan hidup dengan rumah yang baru saja digusur, eh si anak malah sibuk mikirin gimana caranya agar bisa wisuda. Bilang “cuman 1 juta doang” lagi ketika ditanya berapa biaya wisuda yang harus dibayarnya.
Boleh sebut nama si anak SMA ini gak sih ? Kalau boleh, aku sebut aja ya. Aura Cinta. Bagus ya namanya. Anaknya juga cantik. Gak heran sih, karena ternyata si Aura Cinta ini pernah jadi bintang FTV di televisi, jadi bintang iklan juga dan pernah jadi talent pinjaman online alias pinjol.
Aduh neng, berarti bukan orang miskin dong. Karena duitnya banyak dari kerja di entertainment. Pantas saja ketika hendak diberikan bantuan Gubernur Jawa Barat berupa uang 10 juta untuk kontrakan, si eneng bilang gak perlu karena merasa mampu. Lah rumah aja gak punya neng. Gimana bisa bilang gak perlu.
Si eneng sebenarnya hebat loh, berani bicara dengan pak Gubernur dan menyampaikan uneg-unegnya dengan bahasa yang lancar. Sayangnya konteksnya keliru, sayang. Jadi banyak yang membully. Sayang sekali. Karena dilihat dari segi manapun wisuda SMA itu memang memberatkan orang tua. Kasihan jika orang tuanya kurang mampu secara finansial.
Larangan wisuda yang sedang heboh di sosial media saat ini memang digembor-gemborkan oleh Kang Dedi Mulyadi selaku Gubernur Jawa Barat.
Melarang bukan berarti meniadakan proses perpisahan SMA, melainkan mengganti acara wisuda yang selama ini dilakukan dengan menyewa gedung atau hotel dengan biaya mahal, dengan peralatan sekolah dan dilakukan di lingkungan sekolah saja.
Keputusan Kang Dedi ini ditetapkan melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor 6685/PW.01/SEKRE yang menyatakan bahwa perpisahan sekolah negeri sebaiknya dilakukan di lingkungan sekolah masing-masing dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada. Sehingga tidak membebankan orang tua dan tidak memungut biaya wisuda yang mahal.
Selain Jawa Barat, Jawa Timur juga menyuarakan larangan wisuda yang senada loh. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Bapak Aries Agung Paewai menekankan tentang larangan wisuda SMA yang tertuang melalui Surat Edaran nomo 000.1.5/1506/101.5/2025.
Isinya tentang himbauan kepada Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jatim di masing-masing kabupaten untuk menyelenggarakan perpisahan sekolah melalui kegiatan kreatif dan inovatif di lingkungan sekolah tanpa membebankan wali murid.
Kebijakan senada akan terus digaungkan ke kota lain hingga pada akhirnya nanti merata ke seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan pemerintah guna mengatasi kemiskinan di negeri kita. Setuju sih. Kalau gak ditegesin, susah soalnya.
Tanggapan Mengenai Larangan Wisuda SMA
Setuju pakai banget. Karena gak berfaedah saja menurutku. Lagipula wisuda itu perayaan sakral, bukan ajang gaya-gayaan. Jadi kurang pantas saja kalau dilakukan saat SMA, bahkan SMP, SD bahkan TK. Nanti ya kalau sudah kuliah baru deh berjuang dulu dan hadiahnya adalah wisuda.
Kalau menanggapi adek-adek SMA yang mengganggap kesan perpisahan jadi hilang, menurutku enggak juga sih. Setahuku wisuda semacam ini kan belakangan ini adanya. Aku sekolah SMA angkatan tahun 90-an dan saat itu gak ada wisuda di gedung atau di hotel berbintang.
Perpisahan di sekolahku dulu diadakan di sekolah dengan pakaian kebaya. Bahkan ada yang pakai seragam sekolah karena anak orang kurang mampu, jadi tidak bisa menyewa kebaya. Padahal anak yang pakai seragam sekolah itu adalah peringkat terbaik di sekolah.
Aku ingat ada 2 anak yang naik panggung. Satunya cowok, satunya cewek. Dua-duanya satu kelas denganku. Sas Hadi Sofyan nama anak cowoknya.
Dia selalu peringkat satu di sekolah sejak kelas 1 SMA sampai kelas 3. Tidak ada yang bisa menggeser posisinya. Tapi saat kelulusan, Sas Hadi akhirnya tergeser menjadi peringkat kedua dengan penerima NEM tertinggi kedua di sekolah.
Peringat pertamanya diraih oleh Fitria. Teman satu kelas denganku yang perawakannya tomboy. Di kelas, Fitri berada di peringkat kedua. Bersaing terus denganku. Tapi di kelulusan ini, dia menjadi jawaranya dengan peraih NEM tertinggi di sekolah.
Hal terbaiknya dari perayaan perpisahaan saat itu adalah, baik Sas Hadi maupun Fitria sama-sama pakai seragam sekolah biasa. Tidak memakai kebaya apalagi make up tebal seperti teman-teman yang lain.
Orang tua Sas Hadi hanyalah penjual kerupuk di pasar. Begitu juga dengan orang tua Fitria yang hanya jualan kue di depan rumah. Keduanya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah.
Perpisahan sekolah saat itu berlangsung sama hikmatnya dan sangat berkesan karena kedua temanku yang berprestasi itu memang pantas mendapatkan penghargaan dari Pak Kepala Sekolah. Acara semakin meriah dengan penampilan band sekolah dan drama sekolah yang diperankan oleh teman-teman satu angkatan.
Puncaknya adalah acara coret-coret baju dan minta tanda tangan kepada teman seangkatan dan guru di seragam sekolah. Tanda bahwa kami tidak akan memakai seragam putih abu-abu lagi.
Semua bersorak merayakan kelulusan. Sumpah perpisahan seperti itu sangat berkesan loh. Coba tanya kepada kakak kalian atau teman yang angkatan 90-an. Pasti merasakan euphoria kelulusan sederhana di sekolah yang tetap berkesan.
Gak pakai biaya mahal. Baju juga seadanya. Memang sih ada yang pakai kebaya dan makeup. Tapi itu tidak wajib. Banyak kok siswa yang pakai kebaya biasa atau seragam sekolah biasa karena memang gak ada dana untuk sewa kebaya dan tetap berkesan tuh perpisahannya.
Para guru membangun terop di lapangan sekolah dengan menata meja kursi untuk duduk para siswa yang lulus. Benar-benar sederhana dan meriah deh. Tidak ada baju toga atau selempang di badan kami. Hanya medali yang tulisannya nama sekolah kami yang dikalungkan ke leher bersamaan dengan penerimaan ijazah terakhir sekolah.
Perpisahan sekolah sejatinya ya memang seperti itu. Maknanya tetap mendalam kok dan tetap ada foto kenangan juga per angkatan. Hasil kreasi teman-teman yang dibuat sekreatif mungkin.
Kalaupun keluar dana, jumlahnya gak besar dan pasti ada bantuan dari sekolah. Jadi orang kaya maupun miskin tetap dapat menikmati kelulusan dengan penuh makna.
Perkembangan zaman saja yang sepertinya sudah membuat perubahan prosesi perpisahan sekolah menjadi meniru-niru anak kuliahan. Padahal wisuda itu hadiah dari perjuangan. Sementara SMA, SMP, SD bahkan TK belum ada perjuanganya. Jadi rasanya belum pantas kalau harus diwisuda.
Perpisahan biasa aja ya dek ya, tetap berkesan kok dan sesuai dengan nilai perjuangan kalian yang sudah berhasil mengerjakan soal ujian kelulusan. Kalian naik peringkat dan siap menghadapi tantangan yang lebih berat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
kalau mau wisuda, nanti ya. Menunggu kalian kuliah. Kalian pasti merasakan euforianya kok. Lebih dapet khitmatnya, lebih terasa senangnya, lebih sakral acaranya dan lebih bangga lihatnya. Setuju?
**
Referensi :
https://www.detik.com/jatim/berita/d-7815404/dinas-pendidikan-jatim-resmi-larang-wisuda-sma-smk
10 Comments. Leave new
Wah keren Mbak wisuda di SMA-nya. Selalu salut sama anak-anak dengan keterbatasan ekonomi, tapi juara kelas.
Iya mbak. Sederhana tapi sangat berkesan. Tidak menguras biaya mahal. Tidak pakai toga. hanya dikalungkan medali yang bertuliskan nama sekolah. Yang punya uang buat sewa kebaya dan makeup, bisa tetap berkebayaan. yang gak punya uang, gak dipaksa pakai kebaya. Bisa pakai seragam sekolah biasa dan justru merekalah yang naik panggung karena peraih NEM tertinggi di sekolah. Coba perpisahan anak SMA seperti jaman SMA kita dulu yang anak 80-an sampai 90-an. Pasti berkesan sekali kan. Gak perlu ikut-ikutan yang kuliah pakai kebaya dan toga segala. kasihan mereka yang gak punya uang.
Anakku lulus SMP di Jatim dan sekolah tetap menyelenggarakan acara pisah kenang. Tapi di grup WA ortu tidak ada ketentuan sumbangan wajib. Tapi kalau mau nyumbang, monggo..nominal terserah. Nggak tau deh ini nanti acaranya seperti apa.
kalau kayak gini gpp mbak. Gak ada paksaan dan acara dibuat sederhana dan lebih berkesan. yang jadi masalah itu kalau wisuda pakai toga dan selempang ala ala anak kuliahan.
Setuju sih, wisuda kampus mau mewah-mewahan dikit gapapalah. Toh abis itu masuk dunia kerja dan ibarat kata siap ‘ngasih’ ke orang tua. Lah wisuda sekolah mah ngapain?
Jadi inget kemarin ada wisuda SD yang gurunya pake gantungan ala-ala honoris causa gitu. Buset, buat apa coba? Kayak gitu gurunya juga narsis gak sih. Belum pantes untuk dibuat seperti itu.
Kalau wisuda kampus dibuat mewah malah lebiih pantas mbak. Soalnya sebagai ajang pengharaan mahasiswa yang sudah mati-matian skripsi. Jadi perjuangannya berasa terbayar dengan acara wisuda. Lah kalau SMA sampai TK perjuangannya apa sampai harus diwisuda. Nangis gak sih
Setujuuuuuu banget bangettttt mbaaaa.
Aku ga habis pikir kenapa zaman skr banyak banget wisudanya… Sampe anak TK yg ga ngerti apa2 wisuda. Makna wisuda sakral nya JD kayak hilang gitu.
Dulu sekolahku perpisahan smua itu bikin acara musik. Bukan wisuda. Kebetulan banyak yg jago musik, jadi mereka pada bikin band. Itu juga di aula sekolah. Peralatannya kepunyaan murid masing2 yg memang jago band.
Ga paham lah anak skr. Untung sekolah anakku ga ada. Mungkin Krn negeri . Soalnya dilarang Ama kepala sekolah nya
Sekolah anakku ada mbak. SD dan di gedung. Tapi gak pake baju toga. Hanya pakai baju batik dan kalung almamaternya. Tapi ya itu sewa hotel wisudanya. Kabarnya tahun ini terakhir wisuda di hotel. tahun depan di sekolah saja dengan acara yang lebih sederhana.
Jaman aku dulu ya gak ada namanya wisuda2 an gitu. Cuma perpisahan di sekolah. Jaman dia anakku juga gak ada hanya perpisahan. Mungkin baru sekitar tahun 2000an ya adanya dan yang memulai tuh sapa ya
Bener kak. Anak millenial pasti tahu banget kalau dulu gak ada wisuda. adanya perpisahan sekolah biasa. Makin ke sini makin ngaco acaranya. Dibikin wisuda kayak anak kampus. Sedih lihatnya.