Masa kecil adalah masa-masa yang paling menyenangkan. Karena isinya hanya main dan belajar. Itu pendapat sebagian besar orang. Tapi bagi saya, masa kecil adalah masa penuh kenangan menyedihkan. Kenapa? Karena saya sakit-sakitan. Anak pertama itu anak uang. Itu kata ibu saya menurut kepercayaan orang jawa. Katanya anak pertama membawa cobaan besar disamping rejeki yang dibawa masing-masing anak. Begitu juga dengan saya yang menderita penyakit step. Kata ibu saya, step itu penyakit keturunan. Sama seperti penyakit buta warna yang bisa diturunkan ke anak cucunya. Masalahnya ayah ibu saya tidak menderita step. Tapi kakak ibu saya yang punya penyakit itu. yaitu pakde yoser.
Anak pertama pakde yoser meninggal karena step di usianya yang baru satu tahun. Banyak anak juga yang tidak dapat melanjutkan hidupnya dan meninggal karena step di usia bayi. Jadi tidak heran jika orang tua saya khawatir karena saya dapat penyakit itu dari turunan pakde. Garis keturunan dari ibu saya. Dari 5 bersaudara, hanya saya saja yang menderita step. Sementara adik-adik saya normal semua.
Cobaan terbesar bagi orang tua saya mengetahui anak pertama mereka sakit-sakitan semenjak bayi. Usia 7 bulan saya sudah masuk UGD untuk step pertama saya. Sejak itu 4 kali saya masuk UGD dengan gejala yang sama. Dokter bilang step akan hilang sendiri di usia anak 6 tahun. Jadi selama rentang waktu itu, saya masih tidak bisa terbebas dari step. Apalagi dokter bilang kalau step bisa menjadi gejala awal penyakit ayan. Anak yang mengidap step juga diprediksi mempunyai otak yang lemah. Saya jadi bisa memahami kekhawatiran ibu saya dulu karena takut anaknya jadi idiot. Makanya dari kecil saya selalu diberi vitamin otak dan alhamdulillah saya tumbuh normal. Bahkan berprestasi di sekolah. Saya anggap diri saya beruntung karena tidak semua anak penderita step bisa berpikir cerdas. Karena yang diserang step kan otaknya. Perlu diketahui, step adalah kejang pada anak yang dipicu oleh demam tinggi. Jika pada anak yang tidak punya riwayat step, akan mulai kejang pada suhu tubuh 40 derajat celcius. Maka pada anak yang punya riwayat keturunan seperti anak, suhu tubuh 38 derajat sudah bisa step. Bisa dibayangkan kan bagaimana gelisah dan khawatirnya orang tua saya dulu. Sekarang pun saya meraskannya karena saya yang punya step mewariskan penyakit saya kepada anak pertama saya. Sedihnya…. Apalagi ibu saya pernah cerita kalau saya pernah mati suri. Beberapa menit tidak terasa lagi denyut nadi dan dinyatakan meninggal. Tapi kemudian denyut nadi saya muncul kembali. Saya yakin doa ayah dan ibu saya yang sudah membawa keajaiban itu. Sampai sekarang saya masih diberikan kehidupan. Terima kasih mama, terima kasih ayah.
Masa kecil saya hanya dijalani dengan duduk diam menyaksikan teman seusia saya bermain. Sebenarnya saya tidak ada masalah bermain bersama mereka. Orang tua juga tidak pernah melarang. Tapi kalau saya sudah bermain, saya mudah capek. Dan kalau sudah capek, saya pasti langsung demam. Makin capek, makin cepat demamnya. Puncaknya saya langsung step. Jadi karena itulah kadang saya dilarang bermain yang menyebabkan saya capek. Sedihnya ini juga terjadi dengan anak pertama saya. Kalau ATTA sudah capek, malamnya dia langsung demam. Ya ALLAH…
Beruntunglah saya masih bisa menikmati masa bermain dengan teman sebaya di usia sekolah dasar. Meskipun gejala step kadang masih suka muncul. Tapi sudah tidak sesering ketika balita. Jenis permaian yang saya mainkan ketika kecil juga sangat menyenangkan. Mainan tradisional yang saat ini tidak pernah lagi nampak di usia anak zaman sekarang. Karena sekarang anak lebih suka gadget. Sayang sekali ya karena permainan tradisional zaman dulu bisa jadi salah satu budaya bangsa.
Generasi jaman old pasti mengenal permaian jadul macam bola bekel, gobak sodor, lompat tali, holahop dan permainan lain. Seru sekali dilakukan dengan teman sebaya. Kalau anak jaman now pernah main permainan jadul seperti itu tidak ya?
Salam sayang,
Wahyuindah
DAY25#BPN30dayChallenge2018