UNESCO pernah berkata jika minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% atau hanya ada 1 orang yang rajin membaca dari 1000 orang yang ada.
Di tempat lain, sebuah riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan pada bulan Maret 2016 oleh Central Connecticut State University memberikan peringkat 60 bagi Indonesia dari 61 negara yang memiliki minat baca terbanyak. Artinya Indonesia menduduki rangking ke-2 dari bawah setelah Bostwana yang ada di peringkat 61. Miris banget.
Pertanyaannya, apakah semua data itu benar-benar valid? Apa seburuk itu minat baca masyarakat Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain?.
Para cendekiawan dan kaum intelek boleh saja bereksperimen. Tapi seorang pemuda dari sebuah desa kecil di Jawa Timur, Eko Cahyono membuktikan sendiri bahwa semua data itu tidak benar. Minat baca orang Indonesia masih tinggi. Hanya saja fasilitas pendukungnya yang rendah. Bukan minat bacanya.
Daftar Isi
Siapa Eko Cahyono?
Jika ditanya apakah saya kenal dengan Eko Cahyono. Maka saya pasti menjawab kenal. Bukan kenal karena sekarang beliau menjadi orang terkenal. Tapi jauh sebelum mas Eko dikenal banyak orang seperti sekarang, saya pernah bertemu dengan beliau.
Mas Eko mungkin tidak mengenal saya. Tapi jika menyebut Forum Penulis Kota Malang, saya rasa beliau pasti tahu. Yup. Saya adalah anggota dari Forum Penulis Kota Malang. Bahkan bisa dibilang pendirinya. Bersama dengan teman-teman penulis, saya ikut menjadi pioneer berdirinya Forum Penulis Kota Malang tahun 2006. Tapi saya sedang tidak bercerita tentang diri saya loh. Melainkan mas Eko Cahyono.
Saya mengenalnya ketika seorang teman di Forum Penulis Kota Malang meminta bantuan FPKM untuk membantu mas Eko menyediakan buku-buku bekas untuk disumbangkan ke perpustakaan yang didirikan oleh mas Eko di desanya.
Karena saya tidak punya buku banyak waktu itu, jadi saya tidak ikut menyumbang. Tapi saya ikut membantu teman untuk mengumpulkan buku-buku bekas untuk diambil oleh mas Eko. Salutnya saya, mas Eko tidak meminta penyumbang untuk membawakan buku-buku bekas ke perpustakaannya. Tapi mas Eko sendiri yang dengan sukarela akan mengambil buku-buku yang disumbangkan itu dari rumah penyumbang. Masya Allah banget saya dengarnya.
Saya dan teman-teman dari Forum Penulis Kota Malang yang hampir setiap minggu nongkrong di perpustakaan kota Malang, sampai melihat perpustakaan keliling hadir di halaman perpustakaan yang katanya juga akan menyumbang buku untuk mas Eko.
Pengumuman tentang sedekah buku bacaan itu juga ditempel di papan pengumuman perpustakaan, sehingga pasti dibaca oleh setiap pengunjung perpustakaan yang datang. Satu kata yang bisa saya ungkapkan untuk mas Eko saat itu. Salut.
Kenapa? Karena mas Eko yang sederhana tidak malu meminta buku bekas untuk disumbangkan ke perpustakaannya yang dinamakan Perpustakaan Anak Bangsa, bahkan rela mengambil sendiri buku yang disumbangkan dari rumah ke rumah agar penyumbang tidak perlu repot jauh-jauh datang ke desanya. Kasihan, jauh katanya.
Saya ingat mas Eko pernah nimbrung di salah satu diskusi kami di Forum Penulis Kota Malang dan menceritakan tentang perpustakaan miliknya dan mimpinya untuk membuat semua orang bisa membaca buku gratis tanpa dibatasi dengan aturan-aturan.
Jika di perpustakaan kota Malang, tidak semua pengunjung bisa meminjam buku. Syaratnya harus punya kartu anggota dan dibatasi waktu untuk pengembalian buku. Semua perpustakaan sepertinya memang memberlakukan peraturan seperti itu. Saat itulah mas Eko hadir dengan pemikiran yang tidak biasa. Inginnya semua orang bisa meminjam buku tanpa dibatasi waktu. Salutnya lagi, tidak ada biaya peminjaman buku alias gratis.
Tak heran jika banyak teman-teman yang akhirnya tergugah dengan mimpi mas Eko dan menyumbangkan buku bekas yang dipunyanya di rumah. Bahkan beberapa teman ada yang mengantarkannya langsung ke perpustakaan Anak Bangsa yang didirikan mas Eko karena ingin membantu perjuangan mas Eko. Malu dong masak mas Eko yang datang ke rumah untuk mengambil buku. Kita yang anterin.
Tak disangka jika bantuan teman-teman penulis sangat diapresiasi mas Eko. Saya waktu itu tidak bisa ikut ke desa Jabung, tempat perpustakaan Anak Bangsa milik mas Eko didirikan karena letaknya yang cukup jauh. Jadi saya hanya mendengar dari cerita teman-teman yang sudah ke sana saja.
Singkat cerita, saya kaget saat mendengar cerita teman bahwa perpustakaan mas Eko ternyata makin berkembang. Bahkan mas Eko diundang ke acara Kick Andy. Waaah. Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil. Makin kepo dong saya dengan sosok mas Eko Cahyono ini. Mimpinya yang sederhana, benar-benar bisa menggerakkan banyak orang untuk ikut terlibat.
Perjuangan Eko Cahyono dalam Membangun Perpustakaan Anak Bangsa
Oh iya, tadi saya cerita sedikit tentang perkenalan saya dengan mas Eko Cahyono. Sekarang saya ingin mengupas perjuangan mas Eko sampai dikenal banyak orang seperti sekarang ini.
Namanya Eko Cahyono. Lahir di Malang, 28 Maret 1980. Bungsu dari 3 bersaudara yang menyelesaikan sekolah hanya sampai SMA. Lulusan SMA Negeri 1 Tumpang ini sempat bekerja di pabrik jaket kulit di kota Malang, tapi tidak bertahan lama karena pabriknya bangkrut. Jadi mas Eko terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sejak itu, mas Eko berdiam diri saja di rumah.
Untuk mengisi hari-harinya, mas Eko yang gemar membaca akhirnya banyak membaca apapun yang ada di rumah. Dari majalah sampai buku. Setelah itu dia menaruh buku yang selesai dibacanya di teras rumah. Tak disangka jika banyak anak kecil yang tertarik. Apalagi mas Eko juga menambahkan beberapa permainan anak seperti monopoli, ular tangga, halma sampai dakon. Wah makin banyak anak kecil yang main ke rumahnya.
Saat itulah mas Eko ingin membuat perpustakaan di rumahnya yang diberi nama Perpustakaan Anak Bangsa.
Dicap Pengangguran oleh Orang Tuanya
Usaha mas Eko Cahyono yang kian menunjukkan hasil dengan banyaknya anak-anak yang tertarik untuk membaca buku di rumahnya, ternyata berbanding terbalik dengan sikap kedua orang tuanya.
Banyaknya anak yang main ke rumahnya, membuat pasangan Supeno (65 tahun) dan Ponisah (60 tahun) yang merupakan orang tua mas Eko, tidak menyukai keadaan rumahnya yang ramai dan meminta mas Eko untuk mencari pekerjaan yang jelas dan pasti. Jangan jadi pengangguran dan bikin gaduh rumah.
Mas Eko nelangsa dong. Tapi semangatnya tidak patah arang. Tanpa diketahui orang tuanya, mas Eko mencari uang tambahan dengan bekerja di warung kecil yang menjual berbagai macam kebutuhan pokok. Uang hasil kerja sampingannya itu dikumpulkan dan akhirnya bisa dipakai untuk mengontrak rumah. Di rumah kontrakan itulah, mas Eko meneruskan perjuangan mendirikan perpustakaan Anak Bangsa (PAB).
Mas Eko sepertinya punya ikatan batin yang kuat dengan Perpustakaan Anak Bangsa yang dibangunnya, sehingga perjuangannya maksimal sekali untuk mendatangkan berbagai macam buku agar koleksi bukunya makin bertambah. Apakah mas Eko duduk manis menunggu buku-buku datang begitu saja ke perpustakaan miliknya? Oh tentu saja tidak.
Meminta Sumbangan Buku Bekas dari Rumah ke Rumah
Mas Eko rupanya sering pergi ke toko buku Gramedia di Jalan Basuki Rahmat Malang untuk menunggu orang-orang yang keluar dari toko buku. Tujuannya meminta langsung kepada orang-orang yang belanja banyak buku untuk sudi menyumbangkan buku bekas yang dipunyainya di rumah. Tak disangka jika usahanya itu membuahkan hasil. Ada saja orang yang bersedia membantu asalkan diambil sendiri ke rumahnya.
Mas Eko gerak cepat dong. Tak malu untuk mengambil buku-buku bekas dari rumah ke rumah untuk ditaruh di Perpustakaan Anak Bangsa. Semuanya demi kepentingan anak bangsa dengan tidak memungut uang sepersen pun bagi siapa saja yang ingin meminjam buku di Perpustkaan Anak Bangsa miliknya.
Saya sempat berpikir, apa gak rugi meminjamkan buku kepada orang lain secara gratis. Apalagi jika buku yang dipinjam ternyata gak balik alias tidak dikembalikan peminjamnya. Rupanya bukan saya saja yang punya pemikiran seperti itu. Banyak dari teman-teman penulis yang ternyata juga mempertanyakan hal yang sama.
Mau tahu jawaban mas Eko?
Dengan santainya mas Eko bilang bahwa bukunya yang tidak dikembalikan peminjamnya, bisa jadi masih dibaca atau diberikan kepada orang lain untuk dibaca juga. Jadi buku itu tidak hilang. Mas Eko menganggap buku hilang jika terbakar atau rusak. Selain itu, mas Eko menganggap buku itu masih bermanfaat untuk orang lain, jadi belum dikembalikan.
Positif thingking banget ya. Makanya bisnisnya terus berkembang karena mas Eko tidak pernah berpikiran buruk kepada orang-orang yang meminjam buku di perpustakaannya. Peminjam bahkan boleh meminjam lebih dari 2 buku. Semakin banyak, semakin baik dan boleh dikembalikan kapan pun. Gak ada kan perpustakaan model begini. Cuman Perpustakaan Anak Bangsa yang bisa begini.
Nyaris Menjual Ginjal demi Perpustakaan Anak Bangsa
Sepak terjang mas Eko dalam mengembangkan perpustakaannya ternyata mengalami pasang surut loh. Tujuannya hanya satu. Memberikaan tempat untuk Perpustakaan Anak Bangsa untuk terus tumbuh. Tak peduli dari satu kontrakan ke kontrakan lain.
Perjuangannya sempat hampir berhenti di tahun 2007, karena saat itu mas Eko tidak punya uang untuk memperpanjang kontrakan rumahnya. Bahkan hampir mau diusir oleh pemilik kontrakan karena tidak bisa bayar uang kontrakan. Mas Eko tak tinggal diam dan ingin menjual ginjalnya agar kontrakan bisa terus berjalan. Ya Allah, jual ginjal loh.
Beruntungnya niatnya itu tidak kesampaian karena ada orang baik yang mau meminjamkan tanahnya untuk digunakan sebagai Perpustakaan Anak Bangsa. Sementara untuk membangun gedungnya, mas Eko menjual sepeda motornya dan laku 6 juta rupiah. Hasilnya berdirilah sebuah gubuk baca sederhana dengan luas 72 meter persegi. Niat banget ya mas Eko ini.
Di bangunan baru tersebut, peminat yang datang ke PAB makin bertambah hingga 7500 orang anggota. 2500 orang diantaranya pelajar. Bahkan ada yang berjodoh karena sama-sama peminjam buku di PAB loh. Keren ya.
Lebih kerennya lagi adalah usaha mas Eko untuk menghidupi Perpustakaan Anak Bangsa. Mas Eko dengan sukarela dan ikhlas bekerja serabutan untuk membiayai semua pengeluaran PAB. Bahkan sering mendapat kerjasama dari menjaga stand di book fair. Pokoknya apa saja deh yang penting PAB jalan.
Dari Kick Andy Hingga Penghargaan SATU Indonesia Award
Kerja keras mas Eko ini rupanya dilihat oleh orang lain dan mulai banyak bala bantuan datang. Bahkan namanya makin terkenal hingga media meliputnya. Inilah awal mulanya akhirnya mas Eko dipanggil ke acara Kick Andy tahun 2009, sebuah acara talkshow di Metro TV. Saya sendiri mendengar kabar tersebut dari seorang teman dan ikut bangga. Kiprah mas Eko dibicarakan oleh teman-teman Forum Penulis Kota Malang dan akhirnya banyak yang terinspirasi dan membantunya.
Kisah mas Eko benar-benar membuat Kick Andy kepincut dan akhirnya memberikan dana bantuan sebesar 70 juta rupiah untuk membangun gedung PAB dengan syarat mas Eko harus mendapatkan tanahnya. Nah, gimana caranya mas Eko beli tanah jika untuk menghidupi PAB saja pas-pasan.
Bantuan lain pun datang dari Wakil Bupati Malang, Ahmad Subhan yang memberikan dana 47 juta rupiah untuk membeli tanah yang dipakai untuk mendirikan gedung PAB. Setelah itu pembangunan PAB pun mulai digalakkan dari Januari sampai Mei 2011 dan terbentuklah bangunan dengan luas 6 x12 meter persegi. Lalu diresmikan langsung oleh wakil bupati Malang dan host Kick Andy, yaitu Andy F Noya. Tepuk tangan dulu dong. Hehe.
Segala macam bantuan sepertinya datang untuk mas Eko. Setelah bangunan PAB jadi, listrik menjadi masalah utama karena mas Eko masih memakai listrik illegal. Saat itulah seorang pegawa PLN datang dan memberikan bantuan untuk penggunaan listrik legal. Prosesnya pun cukup cepat yaitu kurang dari 36 jam, listrik sudah menyala di PAB. Masya Allah.
Setelah di acara Kick Andy, mas Eko semakin dikenal masyarakat. Sehingga jumlah peminjam buku di PAB pun terus bertambah hingga lebih dari 8000 orang. Sayangnya, koleksi bukunya yang sudah mencapai 53.000 buku dirasa belum cukup untuk memenuhi keinginan peminjam untuk membaca buku yang mereka cari.
Mas Eko menyebut ada sekitar 84 orang yang mengantri untuk meminjam buku Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Selain itu ada juga buku tafsir 30 juz karya Profesor Dr. M. Quraish Shihab berjudul Tafsir Al Mishbah yang berjumlah 15 volume yang belum ada di PAB. Mas Eko sangat ingin sekali mendapatkan semua buku itu agar bisa dipinjam oleh anggotanya.
Benar saja, setelah buku yang dicari oleh pembacanya berhasil didapat. Peminatnya pun semakin bertambah dan harus antri untuk bisa meminjamnya. Dari sini bisa dilihat kan bahwa orang Indonesia itu masih punya minat baca yang sangat tinggi. Buktinya banyak yang ingin membaca buku di perpustakaannya. Fasilitas baca di negeri kita yang masih sedikit, sehingga menghambat minat baca orang Indonesia.
Mas Eko membuktikannya sendiri dengan memberikan fasilitas gratis kepada orang-orang yang ingin membaca buku di perpustakaannya. Jika harga buku mahal dan fasilitas membaca terbatas, pantas saja orang-orang jadi enggan membaca buku. Usaha keras mas Eko membuktikan bahwa orang Indonesia sebenarnya suka membaca. Dukungannya saja yang masih kurang.
Kerja keras dan kebaikan hati mas Eko inilah yang akhirnya membawanya masuk dalam salah satu penerima penghargaan SATU Indonesia Award tahun 2012 yang diberikan oleh PT Asta International Tbk.
Mengenal SATU Indonesia Award
Penghargaan SATU Indonesia Award adalah sebuah penghargaan yang diberikan oleh PT Astra International Tbk sebagai perusahaan dagang dengan 6 lini bisnis di Indonesia kepada 5 pemuda Indonesia yang berprestasi. Prestasi di sini dinilai dari kontribusi dan perannya yang positif kepada masayarakat dan lingkungan sekitar.
Nama SATU dari SATU Indonesia Award merupakan singkatan dari Semangat Astra Terpadu untuk Indonesia. Nama ini diambil oleh PT Astra International Tbk sebagai salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat Indonesia yang memang layak untuk diberikan penghargaan atas jasanya yang positif kepada masyarakat sekitar.
PT Astra International Tbk bekerja sama dengan Tempo Media Group dalam mengadakan kompetisi yang dimulai tahun 2010 ini dan terus tumbuh hingga tahun-tahun ke depannya. Dari kompetisi ini, kita dapat melihat bahwa ada loh orang yang benar-benar bekerja dari hati tanpa memikirkan untung rugi. Orang – orang yang memberikan kontribusi lebih kepada masyarakat dengan niat mulia untuk membangun negeri. Mas Eko Cahyono salah satunya.
Penghargaan tersebut diberikan di Jakarta Conveertion Center bersama dengan 4 penerima penghargaan yang lain, yaitu Eko Cahyono sebagai pembebas buta huruf dari Malang, Dharma Sucipto seagai penggiat Jajanan Sehat dari Gresik, Rosmiati sebagai penggerak kesehatan ibu dan anak dari Riau, Harianto sebagai pencetus terang desa dari Makassar serta Noviyanto sebagai penggagas pabrik keju dari Boyolali.
Selain diberikan untuk individu, penghargaan ini juga diberikan kepada penggerak Kampung Berseri Astra dan juga Desa Sejahtera Astra.
Pelajaran yang Bisa Didapatkan dari Seorang Eko Cahyono
Seorang Eko Cahyono sudah menginpirasi banyak orang termasuk saya. Jika sebelumnya orang malas membaca karena tidak punya buku, pergi ke perpustakaan adalah solusinya. Perspustakaan yang dibangun mas Eko mungkin menjadi satu-satunya perpustakaan gratis yang memiliki ribuan pengunjung.
Beberapa hal yang bisa saya pelajari dari sikap baik dan keteladanan mas Eko yaitu :
-
Niat Baik Selalu Membuka Jalan
Dari awal mas Eko Cahyono tidak pernah bermimpi untuk mempunyai nama besar dan perpustakaan besar seperti sekarang. Mimpinya hanya ingin punya perpustakaan gratis agar bisa membantu orang-orang yang ingin baca buku, tapi tidak punya uang. Sesederhana itu.
Siapa yang menduga dari mimpi dan niat baiknya itu, banyak sekali jalan yang dilaluinya. Jatuh bangunnya sudah dialami dan berbagai bantuan datang tanpa diminta.
-
Pantang Menyerah demi Kebaikan
Perjuangan mas Eko dalam membangun Perpustakaan Anak Bangsa benar-benar totalitas dan tanpa menyerah. Mulai dari pindah-pindah kontrakan, keinginan menjual ginjal demi keberlangsungan perpustakaan, menjual motor, hingga door to door meminta buku bekas dari orang yang ditemuinya.
Semua itu dilakukannya tanpa ada kata menyerah. Saya salut dan bangga dengan perjuangan mas Eko. Lebih bangga lagi karena mas Eko berasal dari kota Malang. Kota yang sama dengan saya. Arek Malang yang berprestasi.
-
Tulus dalam Bekerja
Mas Eko tidak pernah mengharapkan imbalan apapun dari usahanya mendirikan Perpustakaan Anak Bangsa. Mas Eko tidak digaji. Justru sebaliknya, mas Eko melakukan berbagai cara dengan bekerja serabutan untuk menghidupi Perpustakaan Anak Bangsa. Mas Eko benar-benar tulus. Jarang ada orang seperti ini di jaman yang kian maju seperti sekarang.
-
Selalu Berpikiran Positif
Banyak buku perpustakaan yang tidak kembali saat dipinjam. Apakah mas Eko marah? Tidak. Justru mas Eko berpikir bahwa buku-buku yang tidak kembali itu sebenarnya tidak hilang. Melainkan masih dibaca oleh orang lain dan memberikan manfaat lebih. Sebuah buku akan dianggap hilang jika terbakar atau rusak. Mas Eko selalu berpikiran positif kepada orang lain.
Sikapnya yang demikian inilah yang patut kita contoh, agar kita juga menjadi orang yang berpandangan luas dan berpikiran positif. Jika ada masalah, lihatnya dari sisi baiknya dulu. Dengan demikian semesta akan mendukung dan beragam kebaikan yang akan datang kepada kita.
-
Memberikan yang Terbaik untuk Anak Bangsa
Kontribusi mas Eko kepada anak-anak bangsa tak bisa dipungkiri lagi. Sudah banyak orang yang terbantu dari usaha mas Eko membesarkan Perpustakaan Anak Bangsa. Banyak anak-anak sekolah yang tidak mampu membeli buku pelajaran, akhirnya bisa belajar dengan meminjam buku di Perpustakaan Anak Bangsa yang jauh lebih lengkap dari perpustakaan sekolah.
Bukan hanya buku pelajaran untuk anak sekolah. Untuk ibu-ibu juga ada buku masak, sehingga ibu rumah tangga yang berdiam saja di rumah bisa mulai belajar masak setelah membaca buku masak dan membuka usaha jualan di rumahnya. Masih banyak lagi orang-orang yang merasakan manfaat setelah membaca buku di Perpustakaan Anak Bangsa.
Usaha mas Eko ini seolah menjadi tamparan bagi kita untuk lebih memperhatikan lagi kebutuhan masyarakat akan keberadaan buku. Meskipun sekarang sudah serba digital dimana buku online sudah banyak tersedia, nyatanya buku fisik tetap diperlukan karena jejaknya tak akan hilang dimakan waktu.
Kesimpulan
Mas Eko Cahyono adalah sosok inspirasi semua orang. Termasuk saya. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari keteladanannya yang baik dan tulus. Kebaikan dan ketulusannya itu bahkan pernah dimanfaatkan orang loh. Seperti munculnya akun-akun yang mengatasnamakan Eko Cahyono untuk meminta sumbangan buku gratis atau mahasiswa-mahasiswa yang tanpa sepengetahuannya meminta sumbangan kepada perusahaan untuk meminta dana bantuan.
Mas Eko mengaku sama sekali tak punya akun media sosial karena gaptek. Jika ingin menghubungi mas Eko, hanya ada nomor whatsapp yang diberikan dan alamat Perpustakaan Anak Bangsa yang bisa ditempuh lewat jalur darat dengan lokasi yang cukup jauh karena berada di desa Jabung, Malang. Daerah di pinggiran kota Malang.
Jadi jika ada akun yag meminta sumbangan mengatasnamakan beliau, dipastikan itu bukan mas Eko. Karena mas Eko sama sekali tidak bisa membuat akun di internet. Benar-benar gaptek. Menanggapi ini, mas Eko menyarankan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati lagi dan menanyakan langsung kebenarannya ke beliau.
Hebat ya. Orang baik seperti mas Eko masih saja dimanfaatkan orang lain dan mas Eko sama sekali tidak marah. Ketulusannya berbuah manis. Penghargaan SATU Indonesia Award memang pantas diberikan kepadanya atas dediksasi dan kontribusinya yang positif untuk bangsa. Saya salut dan bangga kepada mas Eko. Arek Malang yang berprestasi dalam membangun negeri.
Terima kasih mas Eko dan teruslah menginpirasi lewat Perpustakaan Anak Bangsa. Yuk bangkit bersama untuk membangun negeri dengan mencontoh ketelatadan mas Eko Cahyono. Alamat Perpustakaan Anak Bangsa ada di Jalan Ahmad Yani RT 26 RW 07 Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang ya. Atau kontak saja mas Eko di nomor 085646455384.
#BangkitBersamaUntukIndonesia
#SATUIndonesiaAstraAward
**
Referensi :
https://tugumalang.id/kisah-eko-cahyono-pendiri-perpustakaan-anak-bangsa-di-jabung/
https://m.bisnis.com/amp/read/20121024/79/101525/5-tokoh-pencerah-raih-penghargaan-astra
https://www.batikimono.com/2012/11/perpustakaan-kampung-membuka-jendela.html
57 Comments. Leave new
Peminjam mempunyai waktu terbatas ya mungkin karena buku-buku terbatas. Banyak anggot yang lain mungkin menginginkan untuk meminjam. Jadi gantian gitu
Benar. Makanya mas Eko mengupayakan agar koleksi bukunya semakin bertambah agar peminjam tak perlu antri lama saat ingin membaca buku. Usahanya luar biasa sekali.
Keren. Banyak pengabdian dan dedikasi yang sudah dibuat beliau. Semoga ini menginspirasi kita semua. Ditunggu tulisan lainnya.
Siap kak. Semoga terinspirasi
Paling sedih kalo baca tentang rendahnya angka literasi di Indonesia
Gimana mau menyongsong generasi emas kalo generasi muda enggan membaca dan cuma asyik bermain TikTok dan bermimpi kaya seperti atta Halilintar
Semoga semakin banyak Mas Eko – Mas Eko lain di bumi Indonesia ya?
Bener. tiktok dan semacamnya saat ini lebih banyak digemari. sementara buku jadi terlupakan. padahal buku fisik lebih bisa dikenang daripada aset digital yang mudah hilang.
Dedikasinya mantap Mas Eko ini melalui dunia literasi. Semoga makin banyak dukungan yang mengalir dan yang seperti Mas Eko ini, agar dapat mensupport literasi kita lebih meningkat lagi lewat baca buku
Aaamin. semua berawal dari kita ya kak. biar makin banyak orang yang tergerak dan muncul mas Eko lainnya
Masya Allah terharu bacanya, ini keren banget dan penulis bertutur dengan sangat baik dan mengalir..
setuju dengan kalimat ini :
“Jika harga buku mahal dan fasilitas membaca terbatas, pantas saja orang-orang jadi enggan membaca buku. Usaha keras mas Eko membuktikan bahwa orang Indonesia sebenarnya suka membaca. Dukungannya saja yang masih kurang.”
Terima kasih banyak kak. Semoga apa yang saya tulis mengena di hati pembaca dan memberikan manfaat untuk banyak orang. Aamiin
Di masa masa sekarang, anak-anak lebih memilih untuk memegang gadget dan asyik dengan gadgetnya dibanding membaca buku dan berbaur dengan yang lainnya, jadi kalau liat kayak gini tuh salut banget! Semoga perpustakaannya bisa berkembang
Aaamiin. sekarang alhamdulillah makin berkembang mbak. Sudah banyak yang tahu dan merasakan manfaatnya.
Sedih ya saat menerima kenyataan bahwa minat membaca orang Indonesia tuh kecil kecil kecil banget (sengaja diulang 3 kali). Padahal seperti yang selalu digaungkan bahwa buku itu adalah jendela dunia. Disitulah pengetahuan bersumber. Disitulah ilmu kita bisa berkembang.
Jadi salut deh dengan Mas Eko yang sudah sangat peduli dengan masalah ini. Semoga menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Mudah-mudahan saya bisa mengikuti jejak beliau. InshaAllah
Aaamiin. penerus mas Eko nih. Semangat kak.
Masya Allah.. keren sekali Mas Eko ini. Karena membuka perpustakaan swadaya itu tantangannya lebih berat. Termasuk Mas Eko pernah belum membayar uang kontrakan dan berniat menjual ginjalnya.
Lewat perpustakaan Anak Bangsa ini, Mas Eko tidak hanya menyebarkan kebaikan, tapi juga ikut mencerdaskan anak bangsa. Semangat terus, Mas Eko.
Jadi ikut bangga ya pak. Banyak yang dicerdaskan sama mas Eko lewat perpustakaannya.
Ngebayangin beliau seorang diri ngumpulin berbagai sumber buku bacaan. Secara semua usaha dia lakukan swadaya. Memang layak mendapat penghargaan dan apresiasi luas.
Orangnya teguh dan pantang menyerah kak. makanya hasilnya luar biasa.
Saya baca artikel ini jadi ingat sosok Ari Setiawan seorang yang konsen dg literasi serta pemberdayaan masyarakat kecil di Pulau Pahawang, Lampung. Ia membuka perpustakaan di pulau itu. Kisahnya mirip2 mas Eko ini. Good job ya mas Eko, tetap kuat walau dibilang pengangguran.
Masya Allah. ternyata ada sosok mas EKo lain di Lampung. Semoga orang-orang seperti mas Eko ini diberikan hidup yang barokah karena memberikan banyak manfaat untuk banyak orang. Aaamin
Salut pada perjuangan Eko Cahyono untuk menyediakan buku bacaan bagi anak-anak dan masyarakat sekitarnya. Iya sebenarnya minat baca bisa tinggi kalau ada yang di baca, sayangnya harga buku masih mahal hingga tak setiap orang memiliki kemampuan untuk membeli buku
nah itu dia. perpustakaan anak bangsa hadir buat jadi penghubung anak-anak yang ingin baca dan tidak mampu beli buku.
Kak Indah menuliskannya dengan sangat apik… Aku sampai nangiiiss bacanya..
MashaAllah~
Perjuangan seseorang itu gak akan sukses kalau belum ada yang namanya tantangan ya.. Dan tantangan itu justru awalnya datang dari pihak keluarga, yakni kedua orangtuanya.
Betapa GILA menurutku ide membuat perpustakaan tanpa syarat apapun ini.
Dan memang sebuah idealisme selalu menemukan “jalan”nya.
Semoga Allah memberkahi selalu niat mas Eko Cahyono dan Perpustakaan Anak Bangsa semakin besar.
Aku pun jadi tergerak ingin menyumbangkan buku, tapi apakah buku yang diterima harus dalam keadaan bagus?
**emm..bukuku masih pada bagus siih.. Karena aku selalu menyampul buku kalau abis buka segelnya, tapi masalahnya kertasnya uda mulai menguning. Kok sedih lihat buku yang hanya sekali aku baca begini… Ingin lebih besar manfaatnya.
Masya Allah. Terima kasih banyak mbak. Semoga tulisan saya bermanfaat buat mbak dan pembaca lainnya. untuk menyumbang buku gak harus buku baru kok mbak. buku bekas juga gak apa-apa. Mas eko menerima segala macam sumbangan tanpa mengeluh. langsung hubungi kontaknya yang aku tulis di artikelku ya mbak. Semoga berkah.
Sosok yg luarrrr biasa bangettt ya.
Inspiratif dan bs menjadi role model utk siapapun.
Gigih dan pantang menyerah
insipiratif banget mbak. saya aja terinspirasi
Iya, bahkan walau ditentang oleh kedua orang tuanya (yang kala itu belum paham pentingnya buku dan membaca untuk anak-anak), dia tetap berusaha untuk meneruskan perjuangannya
para orang tua perlu diedukasi ya mbak. Biar mendukung perjuangan anaknya.
Mas eko cahyono menginspirasi generasi untuk membaca dan menerangi pengetahuan melalui perpustakaan. Jabung salah satunya telah merasakan manfaat perpustakaan.
Alhamdulillah mbak. Jabung sekarang dikenal banyak orang. Padahal itu nama desa kecil di pinggiran kota Malang loh. Semua berkat mas Eko
Waaah keren banget bikin lerpus gratis. Mana udah pernah masuk Kick Andy juga yah. Semoga bisa berkembang perpusnya
saya selalu suka membaca kisah-kisah agent of change seperti mas Eko ini.. di jaman gempuran media digital sedemikian massive nya, masih ada orang yang bersemangat untuk menumbuhkan minat baca di lingkungannya.. masyaaAllah.. panjang umur, dan sehat selalu mas Eko Cahyono
Aaamin. senangnya banyak yang mendoakan mas Eko. makasih banyak kak
Waaah keren banget bikin perpus gratis. Mana udah pernah masuk Kick Andy juga yah. Semoga bisa berkembang perpusnya
Aaamin. mohon doanya ya mbak sekalian ikut datang ke perpustakaannya yuk biar tahu lebih jauh. hehe
Kenal 2006, lihat beliau sudah menginspirasi seperti hari ini di 2022, rasanya pasti ada kepuasan tersendiri ya mba. Apalagi semangat literasinya tinggi. Semoga usaha-usaha yang dilakukan Mas Eko Cahyono ini bisa menginspirasi masyarakat lebih luas.
Aaamiin. aku jadi ikut bangga mbak karena kenal sama orangnya langsung dan satu daerah sama aku. ada kebanggaan tersendiri lihat warga Malang punya prestasi seperti mas Eko
Saya yakin banyak sekali orang kreatif seperti Mas Eko di Malang. Apalagi di Malang itu komunitasnya bagus-bagus. Ngebayangin kalau berbagai komunitas gerakan literasi ini bersatu, bisa segede apa aksi mereka.
Wah kok gak kepikiran ya. Makasih idenya mbak. Berasa mau menyatukan seluruh komunitas literasi malang nih. wkwkwk
Semoga ada mas Eko2 lain didunia ini ya kak…yang mau konsen pada dunia buku, semangat banget kisah mendirikan perpustakaan Anak Bangsa ini
Good luck ya
Aaaamin. orang seperti mas Eko ini langka. kalau banyak orang langka seperti ini, pasti maju negeri kita ya mbak
Keren banget ya cinta dengan menulis akhirnya buka perpustakaan, tapi serius itu mau jual ginjal? Btw, semoga menginpirasi buat anak bangsa suka membaca ya
bukan cinta menulis mbak, tapi cinta membaca. itulah asal muasal mas eko pengen buka perpustakaan. biar banyak yang pengen baca buku tanpa harus beli buku. perpustakaan gratis
Inspiratif sekali ya. Perjuangannya nggak sia-sia. Dari yang bukan siapa-siapa, sekarang sudah dikenal banyak orang. Salut sih, pinjam buku bisa bebas kapan aja ngembaliinnya, tanpa takut bukunya hilang. Selalu positif thinking
Coba semua pustakawan kayak mas Eko ya mas. Eh ada gak ya?
Sebagai sodara satu bangsa, saya ikut bangga dengan pak Eko ini. Banyak upaya yang dia lakukan sampai akhirnya hasil tidak mengkhianati usaha seperti sekarang ini. MasyaAllah semoga Pak Eko selalu dimudahkan jalannya demi anak anak Indonesia yang melek literasi.
Aaamin.perlu titip salam buat mas Eko gak kak. hehe
Perjuangannya bikin takjub. Apalagi minjemin buku gratis. Tanpa batas waktu pengembalian. Alias terserah mau dibalikin kapan.
Udah gitu, nggak khawatir apakah buku itu balik atau nggak. Di mana pikirannya positif banget bahwa nggak mungkin bukunya ilang.
Mungkin dipinjam orang lain. Intinya buku itu tetap akan dibaca oleh siapapun.
Keren banget.
jarang ya mbak ada orang yang punya pemikiran kayak gitu. Kayaknya cuman mas Eko aja deh.
Wah perjuangan mas eko ujungnya berbuah manis.. meskipun sempat ga didukung orang tua pada awalnya… yakin sekarang mereka bangga pada mas eko…
bangga banget. bahkan sempat menyesal karena dulu sempat berlaku tak adil. Sekarang hidup mereka bahagia mas
Kuacungi dua jempol untuk kak Eko. Semangatnya yang tak putus untuk meningkatkan minat baca di kalangan anak-anak sekitar rumah memberikan semangat bagi saya untuk selalu membaca karena buku adalah jendela dunia.
Jadi terinspirasi ya mas. sama. hehe
Keren nih pendiri Perpustakaan Anak Bangsa, pastinya banyak pahala karena positif gerakannya. Maju terus Mas… Berantas buta huruf di Indonesia…. Majukan literasi bangsa….
Aaamiin. makasih semangatnya pak guru. Semoga banyak yang terinspirasi dari mas Eko ya
Wah, keren banget mas eko nih ya perjuangannya demi perpustakaan anak bangsa sampe2 mau jual ginjal. Jarang orang seperti beliau. Jd bnyk belajar dr beliau
benar kak. Perjuangannya patut dicontoh