Mengatur waktu menjadi sangat penting ketika kita dihadapkan dengan pekerjaan atau apapun yang menuntut deadline. 60 menit rasanya kurang untuk satu jam dan 24 jam rasanya kurang untuk satu hari. Begitu juga dengan 7 hari dalam satu minggu dan berharap ada tanggal 32 dalam satu bulan. Tapi semua harapan itu rasanya tak mungkin karena kenyataan tak berjalan dengan realita. Satu jam tetaplah 60 menit, satu hari tidak pernah lebih dari 24 jam dan tanggal maksimal di kalender bulanan adalah 31, tak pernah ada angka 32.
Kenyataan kadang memang pahit. Tapi hidup harus terus berjalan bukan. Sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai banyak pekerjaan rumah tangga di rumah, pasti selalu merasakannya. Cucian menumpuk, masakan belum selesai, halaman belum dibersihkan, ruangan belum ditata dan sederet pekerjaan lainnya. Kalau tidak bisa mengatur waktu dengan baik, tidak akan selesai satu pun pekerjaan yang menanti di depan mata. Oke, itu kalau ibu rumah tangga dan saat ini saya sedang tidak ingin membahas tentang pekerjaan rumah tangga. Tapi tentang pekerjaan menulis.
Kenapa menulis? Yah, lagi-lagi karena saya bekerja dengan menulis. Dan masalah managemen waktu ini sempat membuat saya keteteran dalam menyelesaikan deadline naskah yang seharusnya saya kerjakan tepat waktu. Sebenarnya tidak harus terpaku pada satu profesi tertentu, tapi segala profesi saya rasa sepakat kalau sangat membutuhkan managemen waktu yang baik. Apalagi untuk orang-orang yang selalu produktif dalam bidangnya. Seperti guru, dokter, penulis. Tuh kan saya tidak terpaku pada penulis saja. Jadi bisa dibayangkan kan bagaimana seorang dokter kewalahan mengatasi pasien-pasiennya kalau saja tidak punya managemen waktu yang baik. Mana pasien yang mau dioperasi dulu, mana yang perlu observasi, mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu. Waaaah…. tolong jangan dibayangkan. Diresapi saja.
Nah, untuk mengatasi masalah managemen waktu yang sangat perlu untuk diterapkan, dan berdasar pengalaman saya yang sempat bermasalah dalam managemen waktu saya soal pengiriman naskah skenario ke kantor, maka saya ada beberapa trik jitu agar kita tetap produktif dalam menjalani aktivitas kita.
1. ATASI STRESS

ATASI STRESS
Pengelolaan stress menjadi urutan pertama dalam mengatur waktu produktif kita. Karena stress berhubungan dengan kerja otak. Dan jika otak dalam keadaan tak sehat, sulit bagi organ tubuh lainnya untuk bekerja dengan maksimal. Hal ini dikarenakan informasi yang ditransfer oleh para neurotransmitter pada tonjolan-tonjolan neuron dan dendrit mengalami penyumbatan. Penyebabnya bisa banyak hal. Misal tubuh yang kelelahan sehingga organ tubuh merasa over dalam bekerja sehingga butuh waktu untuk rehat. Reaksi tubuh bisa berupa sakit, sehingga tubuh dipaksa untuk berhenti beraktivitas sampai tubuh kembali fit dan sehat. Atau bisa jadi tubuh baik-baik saja, tapi pikiran yang tidak berjalan dengan baik. Sehingga kita sulit berkonsentrasi, tiba-tiba hilang ingatan jangka pendek dan gejala stress lainnya.
Bagaimana cara mengatasi stress. Banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan merileksasikan otak agar kinerja otak kembali optimal. Pergilah keluar rumah, hirup udara segar sebanyak-banyaknya. Lihat pemandangan alam yang belum pernah dilihat sebelumnya, jalan-jalan ke mall atau sekedar ke taman dan lupakan sejenak tentang pekerjaan. Jangan lupa untuk meluapkan segala hal penyebab sress kita. Keluarkan semua tanpa ada sisa di kepala. Jika mau teriak, teriak saja. Jika mau marah, marah saja. Ketika kita sudah bisa tersenyum lagi dan sudah bisa berfikir dengan jernih, berarti tandanya stress kita sudah bisa teratasi. Tapi jika belum, kita harus sesegera mungkin mencari penyembuhnya. Karena stress yang berlarut-larut akan membuang waktu kita yang berharga. Sehingga kita tidak akan bisa mengatur waktu dengan baik karena stress akan kembali datang.
Saya punya pengalaman soal ini. Ketika saya sedang dikejar deadline menulis naskah skenario, saya dihadapkan dengan dua asisten yang ternyata tulisannya masih dibawah standar. Saya terpaksa harus merewrite semua tulisannya dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sementara naskah tidak bisa menunggu waktu lama untuk disetor. Jika hal ini terjadi hanya satu kali, mungkin tidak masalah bagi saya. Tapi jika terjadi setiap kali naskah dilempar ke saya, tentu menjengkelkan dan membuat saya sangat stress. Naskah yang seharusnya bisa selesai dalam waktu satu hari, jadi molor ke hari berikutnya dan buntutnya saya ditegur oleh produser karena masih saja lama menyetor naskah padahal sudah ada asisten. Akibatnya pun jadi panjang ketika saya pada akhirnya menegur asisten juga. Semua dirugikan. Ketika ada jedah waktu, saya gunakan untuk bicara dengan asisten panjang lebar dan membicarakan kesalahan mereka. Di sini saya tidak langsung bicara, tapi mencari waktu yang tepat. Kapan waktu yang tepat itu. Yaitu ketika ada jedah tidak menulis naskah. Saya luapkan uneg-uneg saya dan memperbaiki sama-sama. Saya juga keluar rumah dan melihat hal baru di luar sana. Ketika itulah waktu saya untuk melupakan sejenak soal naskah skenario. Ketika saya kembali ke rumah, pikiran saya sudah refresh lagi dan siap untuk menulis naskah kembali.
2. FOKUS

TETAP FOKUS
Berusaha untuk tetap fokus sangatlah penting untuk menjaga kinerja kita tetap optimal. Jauhkan segala hal yang bisa membuyarkan konsentrasi kita. Kalaupun tidak bisa, berhenti dulu dan kembali ketika kita sudah siap untuk fokus. Seperti ketika saya menulis skenario, saya membutuhkan konsentrasi penuh pada layar laptop saya. Karena otak saya sedang bekerja saat itu. Sedikit saja konsentrasi saya buyar, tulisan saya jadi taruhannya. Tulisan tidak konsisten, pecah dialog, narasi tidak maksimal dan berbagai kekurangan lainnya. Karena itulah ketika saya sedang menulis naskah, saya lebih suka di dalam kamar dan hening. Tidak ada suara musik atau suara lainnya. Malam hari adalah waktu yang pas untuk menulis naskah. Tapi saya sadar itu tidak saya lakukan sepenuhnya karena naskah skenario tidak mungkin jadi dalam satu malam. Saya juga membutuhkan pagi, siang dan sore untuk tetap menulis. Ketika itulah ada anak-anak yang harus saya urus, pekerjaan rumah tangga yang harus saya tangani, suami yang harus saya layani dan handphone yang harus standby karena setiap saat produser bisa saja menelpon.
Pecah konsentrasi… jelas. Tapi saya mengatasinya dengan sesegera mungkin menyelesaikan masalah di depan mata. Ketika saya sedang fokus menulis dan tiba-tiba anak minta menyusui, saya tetap bisa menyusui sambil mengetik. Ketika anak minta ditemani mainan dan diperhatikan, saya berhenti menulis dan fokus mengurus anak. Begitu juga ketika mengurus suami. Saya lepas tulisan saya, dan fokus dengan apa yang saya kerjakan. Dengan begitu semua bisa terlayani dengan baik dan tidak merasa diperlakukan setengah-setengah.
3. BUAT PERENCANAAN

BUAT RENCANA CADANGAN
Tidak ada pekerjaan yang berhasil dengan baik tanpa perencanaan yang matang. Dan tidak ada perencanaan yang matang kalau tidak memakai rencana cadangan. Karena itulah perlu disusun plan A, plan B, plan C dan seterusnya. Secara garis besarnya, kita sudah siap siaga dengan segala kemungkinan terburuk jika terjadi sesuatu dengan apa yang kita kerjakan. Karena itu luangkan sedikit waktu di awal untuk membuat perencanaan dalam melakukan pekerjaan.
Ketika saya ditanya produser tentang kesanggupan saya menulis naskah satu ftv yang berisi 70-80 halaman, saya mengatakan dengan jujur kalau saya tidak sanggup menyelesaikannya dalam waktu satu hari. Karena kemampuan maksimal saya adalah 50 halaman dalam satu hari. Lebih dari itu saya membutuhkan waktu dua hari. Setelah ada asisten yang membantu saya menulis naskah, saya menyanggupi untuk menyelesaikan naskah dalam waktu satu hari dengan pembagian pekerjaan menulis 50 persen. Dengan koreksi final tetap menjadi tanggung jawab saya. Dari segi kecepatan menulis, saya mengalami kemajuan. Namun dalam kinerja saya membutuhkan dua kali kerja karena harus mengoreksi kerja asisten. Kalau tidak ada revisi, saya bisa tenang. Tapi kalau ada revisi apalagi sampai rewrite, saya akan langsung masuk ke masalah nomor satu di atas. Yaitu stress. Untunglah semakin hari, kemampuan asisten semakin baik sehingga tidak perlu banyak revisi yang saya lakukan. Tapi tetap saja saya harus menyiapkan plan B ketika tiba-tiba asisten saya tidak bisa. Seperti ketika saat asisten saya sakit, sehingga mau tidak mau saya mengambil alih kerjanya. Atau ketika produser menuntut saya untuk bisa mengejar satu hari dua naskah skenario, maka saya harus siap dengan merekrut satu asisten lagi. Bahkan saya harus siap jika tiba-tiba produser menyuruh saya kerja sendiri lagi tanpa asisten. Nah loh… perencanaan itu penting dan saya sudah merasakan sendiri manfaatnya. Saya jadi bisa mengatur waktu untuk membuat perencanaan dari pekerjaan saya. Kapan saya harus mengerjakan naskah, kapan saya harus mengurus anak dan suami, kapan saya harus setor naskah, dan sebagainya.
4. TENTUKAN PRIORITAS
Prioritas menentukan apakah kita berhasil atau tidak dalam memanagemen waktu kita. Karena kalau tidak bisa mendahulukan mana yang harus dikerjakan, maka kita pasti keteteran. Ujung-ujungnya tak ada pekerkaan yang selesai tepat waktu dan tidak ada yang berjalan dengan baik. Ini yang sempat mengganngu saya beberapa waktu lalu. Ketika saya sedang sibuk-sibuknya menulis naskah, anak saya minta ini minta itu, ngajak jalan-jalan, suami minta diurusin ini itu, pekerjaan rumah tangga menumpuk sampai saya tidak sempat cuci baju. Sementara produser berkali-kali menelpon menanyakan update kerjaan. Rasanya mau menangis saya, kepala pecah dan tak ada satu pun yang saya lakukan berjalan dengan baik. Anak-anak masih menangis minta diperhatikan, suami ngambek karena menganggap saya lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga, dan skenario saya tidak selesai tepat waktu. Akibatnya saya dimarahi produser. Bukan selesai dua hari, tapi tiga hari. Itu pun over halamannya karena lebih dari 100 halaman. Alhasil produser mengembalikan lagi naskah skenario saya untuk dipotong dan dipadatkan menjadi standart halaman yang diminta stasiun televisi. Pekerjaan baru lagi buat saya.
Managemen waktu, indah. Managemen waktu. Itu yang disuarakan produser saya waktu itu. Harus bisa memprioritaskan mana yang lebih penting. Setelah melakukan perencanaan, hal yang dilakukan selanjutnya adalah memprioritaskan kepentingan yang lebih mendesak. Bukan berarti saya harus mendahulukan naskah skenario daripada suami dan anak-anak. Tapi kalau saya bisa mengatur waktu dengan baik antara pekerjaan menulis, dan mengatur keluarga, saya tidak mungkin keteteran. Dari pengalaman itulah akhirnya saya memprioritaskan apa yang saat itu sedang mendesak. Ketika anak-anak butuh perhatian saya, maka saya akan meninggalkan tulisan saya dan menemani mereka bermain. Begitu juga ketika suami menginginkan saya. Tapi saya juga menekankan kepada mereka kalau saya juga butuh waktu untuk menulis. Jadi ketika saya sudah di depan layar laptop, suami dan anak-anak mengerti kalau mamanya “sedang kerja” dan memprioritaskan pekerjaan. Jadi mereka tidak akan mengganggu.
5. KOMITMEN

KOMITMEN KUAT UNTUK KONSISTEN
Setelah keempat rangkaian di atas terpenuhi, hal kelima dari trik jitu memanagemen waktu adalah komitmen. Yah, komitmen untuk menjalankan keempat hal di atas. Tidak plin plan dan mengikuti arus moody saja. Selalu ingat dan terapkan tentang managemen stress, fokus, perencaaan dan prioritas. Jika karena satu atau lain hal kita kembali keteteran dan merasa waktu kita kurang, kita harus cepat-cepat kembali ke 4 hal di atas. InsyaAllah usaha kita untuk tetap produktif akan selalu terjaga. Karena tandanya kita sudah bisa mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Dari komitmen yang saya dapatkan, saat ini alhamdulillah saya sudah bisa mengatur jadwal menulis saya. Yaitu malam hari yang paling produktif. Saat semua penghuni rumah terlelap tidur, maka saya akan melancong ke dunia saya sendirian. Menulis tanpa gangguan. Soal mengantuk, saya bisa mengatur waktu tidur saya jadi 2 sampai 3 jam saja. Tidur efektif, bukan tidur banyak. Waktu efektif lainnya untuk menulis adalah selesai sholat subuh sampai pagi. Saya berhenti menulis ketika anak-anak sudah bangun. Waktunya mengurus anak-anak. Memandikan mereka, menyuapi mereka dan mengajak mainan. Ketika sudah terpenuhi, saya bisa melanjutkan menulis sementara anak-anak mainan di samping saya. Istirahat sholat, makan dan mengurus keperluan suami tetap saya jalankan. Meskipun waktu menulis tidak sebanyak malam hari, tapi tetap saya gunakan dengan sebaik-baiknya. Karena satu menit itu sangat berharga buat saya. Ketika saya dihadapkan pada hal-hal yang tak terduga, semisal ada tamu jauh yang datang. Sehingga saya terpaksa meninggalkan tulisan dalam waktu lama, maka saya akan menggantinya dengan mengebut malam harinya. Jika dulu saya masih kagok dan shock dengan pola kerja penulis, dengan berjalannya waktu dan pengalaman yang saya alami, alhamdulillah sekarang sudah bisa mengatur waktu dengan lebih baik. Karena ya itu tadi. Saya selalu menerapkan managemen stress, fokus, perencanaan, prioritas dan komitmen dalam setiap pekerjaan saya.
Produktif tidak hanya sekedar menghasilkan karya seperti pekerjaan menulis. Menjadi ibu rumah tangga yang selalu aktif dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga terbilang produktif loh. Begitu juga dengan pelajar yang selalu dihadapkan dengan urusan sekolah dan mahasiswa dengan tugas kuliah. Hal yang sama juga berlaku untuk pekerja kantoran, guru, dokter dan segala macam profesi. Kecuali pengangguran loh ya. Karena menganggur itu tidak produktif, tapi malah menjadi beban bagi orang lain. So… sudah siapkah kamu untuk tetap produktif?
Salam sayang,
Wahyuindah